PARA TAMU YANG MULIA, SELAMAT BERKUNJUNG اهلا و سهلا مرحبا بكم جميعا

DISINI, KITA (MUSLIMIN SEJATI) BERBAGI INFORMASI ISLAMI UNTUK KEJAYAAN ISLAM SEJATI



DI TEPI PANTAI ATLANTIK

Sabtu, 14 Januari 2012

KHANDURI (KENDURI) KEMATIAN


Berdasarkan pembahasan bersama para ulama tentang khanduri kematian adalah sebagai berikut:
1. Hukum khanduri pada asalnya adalah perbuatan baik sebagaimana yang dilaksanakan oleh para rasul dan sahabat-sahabatnya, sebagaimana tersebut dalam Alquran dan hadis berikut:
1- وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ (69)
Artinya: Dan sungguh mendatangkan oleh utusan kami kepada Ibrahim dengan berita gembira, maka mereka mengucapkan salam kepada Ibrahim dan Ibrahim menjawab salam, maka tatkala duduk ia maka dihidangkan masakan anak sapi. (QS. Hud 69).
2- وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا (9)
Artinya: Orang-orang yang Baik, mereka memberi makanan yang disayangi kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan. Hanyasanya kami beri makan kalian karena Allah, tidak kami harap dari kalian suatu balasan dan ucapan terima kasih. (Al-quran surat Al-insan ayat: 8-9).
3- وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. (صحيح البخارى و مسلم)
Artinya: Dan barang siapa yang beriman dengan Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia muliakan tamunya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Khanduri adalah termasuk salah satu dari bahagian sedekah dan mendapat fahala dari Allah bagi yang melakukannya dan bagi orang yang kita niat sedekah atas namanya. Diantara khanduri tersebut termasuk khanduri yang dilaksanakan pada orang meninggal (musibah kematian), dalil-dalilnya antara lain:
وعن عَائِشَةَ، أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَقَتْ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ: نَعَم . رواه الشيخان
Artinya: Dari Aisyah RA, bahwa sungguh seorang laki-laki berkata bagi Nabi SAW: Bahwa sungguh ibuku meninggal secara tiba-tiba dan aku yakin bahwa seandainya dia mampu berbicara, dia akan bersedekah, apakah sampai fahala baginya jika aku bersedekah atas namanya? Nabi menjawab: Ya (sampai fahala kepada ibumu). (HR. Bukhari dan Muslim).
Seorang laki-laki yang tersebut dalam hadis tersebut menurut Ulama hadist adalah Sa’ad bin ‘Ubadah. Dalam riwayat yang lain ada tersebut jenis sedekah yang diberikan Sa’ad atas nama ibunya yaitu kebun kurma:
حدثنا محمد أخبرنا مخلد بن يزيد أخبرنا ابن جريج قال أخبرنى يعلى أنه سمع عكرمة يقول أنبأنا ابن عباس - رضى الله عنهما - أن سعد بن عبادة - رضى الله عنه - توفيت أمه وهو غائب عنها ، فقال يا رسول الله إن أمى توفيت وأنا غائب عنها ، أينفعها شىء إن تصدقت به عنها قال « نعم » . قال فإنى أشهدك أن حائطى المخراف صدقة عليها. رواه البخارى و الترمذى والنسائى
Artinya: Menghadis kami oleh Muhammad, memberitakan kami oleh Makhlad bin Yazid, memberitakan kami oleh Ibnu Juraij, berkata Juraij: Memberitakan kami oleh Ya’la bahwa mendengar akan perkataan ‘Ikrimah: Mengingatkan oleh Ibnu ‘Abbas RA bahwa Sa’ad meninggal ibunya padahal dia tidak ada ditempat itu, lalu ia menjupai Rasul dan berkata ia: Ya Rasulullah bahwa ibuku telah meninggal dan aku tidak ada ditempat, adakah bermamfaat baginya (ibu) jika aku bersedekah atas namanya? Jawab Rasul: Ya, berkata Sa’ad: Aku persaksikan Kepadamu (Rasul) bahwa sungguh kebun kurmaku aku jadikan sedekah atas namanya. (HR. Bukhari, Turmuzi dan Nasai).
Dan dalam hadist yang lain Sa’ad juga bertanya kepada Rasul tentang sedekah yang terlebih bagus, rasul menjawab: Menyediakan air, hadistnya antara lain:
أخبرني إبراهيم بن الحسن عن حجاج قال سمعت شعبة يحدث عن قتادة قال سمعت الحسن يحدث عن سعد بن عبادة : أن أمه ماتت فقال يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قال فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء فتلك سقاية سعد بالمدينة. قال الشيخ الألباني : حسن لغيره
Artinya: Memberitahukan kepada ku oleh Ibrahim bin Hasan dari Hujjaj, berkata ia (Ibrahim bin hasan): Aku dengarkan Sya’bah menerima hadis daripada Qutadah, berkata ia (Qutadah): Aku dengarkan Hasan menerima hadis daripada Saad bin Ubadah, bahwasungguh ibunya telah meninggal, maka berkata ia (Saad): Ya Rasulullah, bahwasunguh ibuku telah meninggal, bolehkah aku bersedekah atasnamanya? Jawab Nabi : Boleh. Bertanya lagi Saad : Manakah sedekah yang lebih bagus? Jawah Nabi: Memberikan air. Maka itulah tempat pengambilan air Saad di Madinah. Berkata Syeih Albani: Hadis ini hasan lighairihi. (HR. Annasai).
Hadist ini juga diriwayatkan oleh:
1. Annasai dari Abdullah bin Al-Almubarak. Berkata Syekh Al-Bani: Hadis ini Hasan.
أخبرنا محمد بن عبد الله بن المبارك قال حدثنا وكيع عن هشام عن قتادة عن سعيد بن المسيب عن سعد بن عبادة قال قلت : يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء قال الشيخ الألباني : حسن. رواه النسائى
Artinya: Memberitahukan kepada kami oleh Abdullah bin Al-Almubarak, berkata ia (Abdullah): Menghadiskan akan kami oleh Waqi’ dari Hisam dari Qutadah dari Sa’id bin Musaiyab dari Sa’ad bin ‘Ubadah, bahwa sungguh ibunya telah meninggal, maka berkata ia (Sa’ad): Aku katakan: Ya Rasulullah, bahwa sungguh ibuku telah meninggal, bolehkah aku bersedekah atas namanya? Jawab Nabi: Boleh. Aku tanya lagi: Manakah sedekah yang lebih bagus? Jawah Nabi: Memberikan air. Berkata Syeikh Albani: Hadis ini hasan. (HR. Annasai).
2. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Annasai pula dari turuk Waki’ dari Hisyam dari Qutadah dari Sa’id bin Musaiyab dari Sa’ad bin ‘Ubadah.
عن وكيع عن هشام عن قتادة عن سعيد بن المسيب عن سعد بن عبادة قال قلت : يا رسول الله أي الصدقة أفضل قال سقي الماء.
Artinya: Mengkhabarkan akan kami oleh Abu Ammar Alhusain bin Haris dari Hisyam dari Qutadah dari Sa’id bin Musaiyab dari Sa’ad bin Ubadah, berkata ia (Saad bin Ubadah) : Aku berkata, Ya Rasulullah : Manakah sedekah yang paling bagus? Jawab rasul : Memberikan air.
Dapat disimpulkan dari hadist tersebut bahwa Sa’ad bin ‘Ubadah bersedekah atas nama ibunya:
1. Kebun
2. Air
Dan Rasul menyatakan bahwa sampai fahalanya untuk ibu Sa’ad.
Tersebut dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim bahwa A’isyah RA (isteri Rasul) menyediakan makanan kepada pelayat apabila ada yang meninggal dari keluarganya, yaitu:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ، ثُمَّ تَفَرَّقْنَ ، إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا ، أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِينَةٍ فَطُبِخَتْ ، ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيدٌ فَصُبَّتِ التَّلْبِينَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ « التَّلْبِينَةُ مَجَمَّةٌ لِفُؤَادِ الْمَرِيضِ ، تَذْهَبُ بِبَعْضِ الْحُزْنِ » . رواه البخارى و مسلم
Artinya: Menghadistkan kepada kami oleh Yahya bin Bukairi, menghadistkan kepada kami oleh Lais dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah dari Aisyah istri Rasulullah SAW, bahwasanya ada ia (Aisyah) apabila ada yang meninggal dari keluarganya, maka berkumpullah wanita-wanita kemudian mereka pulang, kecuali keluarga dan orang-orang istimewa, menyuruh ia dengan satu periuk dari talbinah (dibuat dari pada tepung dan madu atau kurma dan madu) maka dimasakkan, kemudian dibuatkan roti dan dituangkan talbinah kedalamnya, kemudian berkata ia: makanlah kalian dari pada talbinah ini karena aku dengar Rasulullah berkata: Talbinah menyembuhkan hati orang sakit yang menghilangkan sebahagian kegundahan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan tersebut dalam hadist Abu Daud dan Baihaqi bahwa Rasul juga makan khanduri yang diberikan oleh ahli mayat, yaitu:
وعن عاصم بن كليب عن أبيه عن رجل من الأنصار قال خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في جنازة فرأيت استقبله داعي امرأته فأجاب ونحن معه وجيء بالطعام فوضع يده ثم وضع القوم فأكلوا فنظرنا إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم يلوك لقمة في فمه ثم قال أجد لحم شاة أخذت بغير إذن أهلها فأرسلت المرأة تقول يا رسول الله إني أرسلت إلى النقيع وهو موضع يباع فيه الغنم ليشترى لي شاة فلم توجد فأرسلت إلى جار لي قد اشترى شاة أن أرسل إلي بها بثمنها فلم يوجد فأرسلت إلى امرأته فأرسلت إلي بها فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” أطعمي هذا الطعام الأسرى “ رواه أبو داود والبيهقي في دلائل النبوة . مشكاة المصابيح 292/3
Artinya: Dari ‘Ashim bin Kalib dari bapaknya dari seorang laki-laki dari Anshar, berkata ia laki-laki: Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada satu jenazah maka aku lihat menghadap kepada nabi oleh seorang pemanggil dari istri mayit maka nabi menerimanya dan kami bersama nabi, maka dihidangkanlah makanan maka mengambil makanan itu oleh nabi dan kaum, maka makan mereka maka kami lihat rasul mengunyah secuap makanan dalam mulutnya, kemudian berkata nabi: Aku dapati daging kambing yang diambil dengan tiada izin pemiliknya, maka didutuskan istri mayit tersebut yang berkata: Ya rasulullah, bahwa sungguh telah aku utuskan seseorang ke Pasar tempat penjualan kambing untuk membeli kambing untukku tapi tidak ada, maka aku suruh dia kerumah tetangga untuk beli kambing tapi juga tidak ada, maka aku suruh menjumpai isteri tetangga tersebut maka diutuskan kepadaku seekor kambing, maka berkata Rasul: Berikan makanan ini kepada tawanan-tawanan. (HR. Abu Daud dan Baihaqi dalam Dalainnubuwah, Kitab Misykatul mashabih juz 3 hal. 292).
Pada riwayat ini terdapat داعي امرأته, pada riwayat yang lain داعي امرأة, maka داعي امرأته tertentu perempuan yang mengirim utusan kepada Rasulullah yaitu: istri orang yang meninggal, pada riwayat yang lain داعي امرأة, tidak tertentu perempuan tersebut.
Menurut Ushul Fiqh bila terdapat dua lafaz, yang 1 (satu) mujmal (tidak tertentu) dan 1 (satu) lagi mubayyin (tertentu), maka mubayyin di dahulukan atas yang mujmal atau mubayyin dijadikan tafsir bagi mujmal.
Hadist A’isyah dan hadist seorang laki-laki dari Anshar yang tersebut diatas menyimpullkan bahwa berkumpul dirumah kematian sesudah menguburkan mayat dan menyediakan makanan bukan bid’ah dan tidak haram, tetapi harus ditempatkan pada bukan 6 (enam) tempat yang akan di sebutkan nanti pada poin 6 (enam).
Kemudian dalam kitab Hauliatul Aulia karangan Abi Naim Ahmad bin Abdullah Al-Asbihani bab Thawus bin Kisan dan kitab Fatawa Al-Fiqhiah Al-Kubra karangan Ibnu Hajar Al-Haitami tercantum faedah dan manfaat-manfaat kenduri selama 7 (tujuh) hari dan malamnya, yaitu:
حدثنا أبو بكر بن مالك، حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل، حدثنا أبي، حدثنا هاشم بن القاسم، حدثنا الأشجعي، عن سفيان، قال: قال طاووس: إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعاً فكانونا يستحبون أن يطعم عنهم تلك الأيام. حلية الأولياء لأبى نعيم أحمد بن عبد الله الأصبهان
Artinya: Menghadistkan kepada kami oleh Abu Bakar bin Malik, menghadistkan akan kami oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambali, menghadistkan akan kami oleh bapakku, menghadistkan akan kami oleh Hasyim bin Kasim, menghadistkan Akan kami oleh Al-Asyja’i dari Sofyan, berkata Al-Asyj’i: Berkata Thawus: Bahwasungguh orang-orang mati di fitnahkan dalam kubur mereka selama tujuh hari, maka mereka menginginkan bahwa diberikan makanan atas nama mereka selama hari-hari tersebut. (Hauliatul Aulia bagi Abi Naim Ahmad bin Abdullah Al-Asbihani, bab Thawus bin Kaisan).
Tersebut dalam kitab Fatawa Fiqhiah Kubra bahwa hadist itu meriwayatkan oleh 1 (satu) jamaah dari Thawus dengan sanad yang shahih, dan dari ‘Ubaid Ibnu Amir dengan sanad yang dapat di jadikan dalil menurut Ibnu ‘Abdil Barri dan dari Mujahid.
Hadist tersebut menghasilkan bahwa mayat dalam kubur ditanyakan selama 7 (tujuh) hari, maka atas dasar itu sahabat-sahabat Rasul mencintai untuk memberi makan (kenduri) atas nama mayat selama 7 (hari) tersebut.
فإن قلت لم كرر الإطعام سبعة أيام دون التلقين قلت لأن مصلحة الإطعام متعدية وفائدته للميت أعلى إذ الإطعام عن الميت صدقة وهي تسن عنه إجماعا. الفتاوى الفقهية الكبرى 2/31
Artinya: Maka jika engkau tanyakan mengapa berulang-ulang memberi makan selama 7 (tujuh) hari dan tiada diulang-ulang talqin, aku jawab: karena kemaslahatan memberi makan meliputi dan faedahnya bagi mayit sangat tinggi, karena memberi makan adalah sedekah dan ijmak ulama mengatakan sedekah disunatkan atas nama mayit. (Fatawa Kubra Fiqhiah karangan Ibnu Hajar Alhaitami, juz 2 hal 31)
Dan banyak dalil-dalil lain yang tidak tersebut disini yang menjelaskan tentang hal diatas.
2. Sampai fahala bacaan Ayat-ayat Alquran dan zikir-zikir yang dikasadkan fahalanya untuk mayit apabila ditutup dengan do’a hadiah fahala, berdasarkan dalil-dalil antara lain:
وأخرج أبو القاسم سعد بن علي الزنجاني في فوائده عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ، ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ إنِّي جَعَلْت ثَوَابَ مَا قَرَأْت مِنْ كَلَامِك لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى. رواه أبو داود (مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح باب دفن الموت)
Artinya: Dan mengeluarkan oleh Abu Kasim Saad bin Ali Azzanjali pada Fawaidnya dari Abi Hurairah berkata ia: Berkata Rasul SAW: Siapa saja yang masuk kubur kemudian membaca fatihah dan surat Al-Ikhlas dan surat Attakatsur, kemudian berkata ia: Aku jadikan fahala baaanku dipada Kalam-Mu bagi ahli kubur daripada segala orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, niscaya mereka mendapat syufaat baginya kepada Allah. HR. Abu Daud (Mirkatul Mafatih syarah Misykatul Mashabih bab tanam mayit)
Adapun pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafi’ie bahwa tidak sampai fahala bacaan bagi mayit, maka pendapat tersebut ditempatkan semata-mata baca quran dan zikir yang tidak berdoa hadiah fahala kepada mayit sesudahnya dan dibacanya bukan disisi kubur.
3. Ijma’ Ahlussunnah bahwa bermanfaat bagi orang yang telah meninggal dengan amal yang dikerjakan orang yang masih hidup atas namanya, sebahagian dari amal adalah doa, seperti bermanfaat dengan shalat jenazah dan selawat kepada Nabi karena shalat jenazah dan selawat merupakan doa, dan banyak dalil-dalil lain dari ayat Alquran dan Hadist tentang hal itu, diantaranya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (الحشر 10)
Artinya: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) berkata: Wahai Tuhan kami, ampunkanlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman terlebih dahulu dari kami, dan jangan Engkau jadikan dendam dalam hati kami kepada orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, Engkau Maha Pengasih dan Penyayang. QS. Al-Hasyar ayat 10.
Bahkan orang-orang yang masih hidup juga bisa bermanfaat dengan pekerjaan orang lain, seperti pada masalah badal haji bagi orang sudah tua yang tidak sanggup mengerjakannya lagi, masalah syafa’at Nabi bagi umatnya pada hari kiamat, masalah istighfar Para Malaikat bagi penduduk bumi (QS. Assyura, 5), dan lain-lain.
Hal ini tidak bertentangan (bertabrakan) dengan Ayat Alquran yang mengatakan bahwa tidak ada bagi manusia terkecuali apa yang dia kerjakan sendiri:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (النجم 39)
Artinya: Tiada bagi manusia kecuali apa yang dikerjakan sendiri.(QS Annajmu 39).
Karena ayat ini ditempatkan pada salah satu dibawah ini:
1. Di nasahkan (tidak diberlakukan lagi hukumnya) dengan ayat 21 (dua pulu satu) surat Atthur.
2. Ayat itu umum yang ditakhsiskan dengan yang lain, maka jadilah makna amal orang lain tidak bermanfaat bagi seseorang jika tidak diniatkan untuknya.
3. Yang dimaksud dengan manusia pada ayat itu adalah kafir.
4. Yang dimaksud dengan manusia pada ayat itu adalah umat terdahulu.
5. Lam pada lil insani bermakna ‘ala lil muzirrah, maka jadilah makna tiada sesuatu yang memudharatkan dia kecuali yang dia kerjakan sendiri.
6. Dan lain-lain.
Berkata Abu ‘Abbas Ahmad bin Taimiyah: Orang-orang mengi’tiqadkan (meyakini) bahwa manusia tidak bermanfaat akannya kecuali dengan amalnya sendiri, maka ia telah mengingkari ijma’, dan yaitu batal dengan beberapa alasan:

1. Bermanfaat untuk manusia dari doa orang lain dengan dalil ayat 10 (sepuluh) surat Al-Hasyar yang telah disebutkan dan dalil-dalil lain.
2. Bermanfaat kepada Nabi dengan selawat malaikat dan umatnya (QS Al-Ahzab 56). .
3. Nabi memberi syafa’at kepada umatnya pada hari kiamat.
4. Para Malaikat beristighfar bagi penduduk bumi (QS Assyuri 5 ).
5. Anak-anak orang islam masuk surga dengan amalan bapaknya.
6. 2 (dua) anak yatim mengambil manfaat dari bapak mereka yang saleh (QS. Al-Kahfi ayah 82).
7. Bermanfaat sedekah dan memerdekakan budak atas nama mayat dengan nash hadist dan ijma’.
8. Haji islam dan haji nazar gugur tuntutan atas mayat dengan sebab dikerjakan oleh walinya.
9. Orang yang berhutang gugur tuntutan atasnya dengan dibayar oleh orang lain.
10. Shalat Ghaib Nabi bagi Annajasyi dan lainnya sesudah meninggal mereka.
Demikianlah yang tersebut dalam kitab Attajju Al-Jamik Lil Usuli karangan Syekh Mansur Annasif.
Dengan demikian jelaslah bahwa bermanfaat bagi mayat dari bukan amalannya sendiri, bahkan batallah pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa tidak bermanfaat bagi mayat dari amalan orang lain.
4. Penyembelihan hewan, duduk dan berjalan serta menginjak diatas kubur adalah haram hukumnya karena menjadikan kubur bernajis dan menghinakan ahli kubur. Melakukan penyembelihan dipinggir, disamping dan dibelakang kubur adalah perbuatan yang harus dihindari karena tercela. Sedangkan makan kenduri di kuburan hukumnya makruh, sesuai dengan yang tersebut dalam kitab-kitab mazhab Syafi’ie.
5. Sunat takziah selama 3 hari terhitung dari sejak diketahui meninggal, hal ini sesuai dengan yang tersebut dalam kitab, atara lain:
ثم تمتد التعزية إلى ثلاثة أيام ولا يعزى بعدها إلا أن يكون المعزي أو المعزى غائبا وفي وجه يعزيه ابدا وهو شاذ والصحيح المعروف الأول ثم الثانية للتقريب. روضة الطالبين
Artinya: Kemudian berkelanjutan takziah hingga tiga hari, dan tidak ditakziah sesudahnya kecuali pengunjung dan yang dikunjung jauh tempat tinggalnya. Dan pada satu pendapat dikunjungi selama-lama, pendapat itu lemah sekali. Pendapat yang sahih lagi terkenal adalah yang pertama dan yang kedua taqrib. (Rauzhatut Thalibin ban janazah)
6. Hadist-hadist dan nash-nash kitab yang menyatakan makruh/larangan memberi makanan kepada orang-orang yang hadir di rumah kematian, seperti:
1- ويكره الضيافة من الطعام من أهل الميت، لانه شرع في السرور، وهي بدعة. روى الامام أحمد وابن ماجه بإسناد صحيح، عن جرير بن عبد الله، قال: كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنعهم الطعام من النياحة.اه. كتاب إعانة الطالبين /2 166
Artinya: Dimakruhkan menyediakan makanan dari ahli mayit karena hal itu adalah bersenang-senang, dan hal itu bid’ah. Meriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad yang sahih dari Jarir bin Abdullah, berkata ia (Jarir): Kami mengkatagorikan berkumpul kepada ahli mayit dan menyiapkan makanan daripada Niahah (Meratap). (I’anatut Thalibin 2 hal: 122)
2- وَمِنْ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الْمَكْرُوهِ فِعْلُهَا مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِمَّا يُسَمَّى بِالْكَفَّارَةِ وَمِنْ الْوَحْشَةِ وَالْجُمَعِ وَالْأَرْبَعِينَ وَنَحْوِ ذَلِكَ بَلْ كُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ إنْ كَانَ مِنْ مَالِ مَحْجُورٍ ، وَلَوْ مِنْ التَّرِكَةِ أَوْ مِنْ مَالِ مَيِّتٍ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْ تَرَتَّبَ عَلَيْهِ ضَرَرٌ أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ ا هـ .حاشية الجمل
Artinya: Sebahagian dari bid’ah munkar yang makryh dikerjakan adalah perbuatan manusia sebahagian dari yang dinamakan dengan kaffarah, wahsyah, berkumpul, kenduri 40 dan lain-lain, bahkan yang demikian diharamkan jika diambil dari harta mahjur ‘alaih, sekalipun dari pusaka atau dari harta mayit yang ada hutang atau mengakhibatkan kemuzaratan atau lainnya. (Hasyiah Jamal Bab waqaf)
Perkataan Jarir bin Abdullah tersebut adalah mauquf (perkataan sahabi) dan tidak ada tanda-tanda rafa’ (sampai) kepada nabi, maka tidak bisa dijadikan hujjah (dalil), dan kalaupun dijadikan dalil seperti yang tersebut dalam kitab-kitab fiqah mazhab Syafii) maka ditempatkan pada:
1. Surur (berpesta dan bersenang-senang)
2. Niahah (meratap, merobek-robek pakaian dan lain-lain) dan rasak (meratap dengan menyebut-nyebut kebaikan mayit).
3. Kaffarah (menutup suatu kemalangan dengan sebab kematian)
4. Wahsyah (berkumpuln pada malam pertama karena ketakutan)
5. Dan lain-lain yang dilarang dalam agama.
Karena dlm kitab-kitab tersebut di’illatkan dengan beberapa ‘illat, antara lain:
1. Karena mementingkan dengan kesusahan kematian.
2. Membantu kemaksiatan meratap, karena menyebut-nyebut kebaikannya.
3. Mempertahankan adat.
4. Khanduri dengan harta warisan yang belum dibagi kepada ahli waris, sedangkan dikalangan ahli waris ada yang mahjur alaih (orang yang tidak boleh bertransaksi pada hartanya karena masih anak-anak, gila, bodoh (ediot) dan lain-lain), ada ahli waris yang tidak setuju dengan khanduri atau ada hutang simanyat yang belum dibayar dan belum ada yang menanggungnya.
5. Khanduri dengan berutang yang tidak sanggup dibayar.
6. Khanduri karena surur atas kematian.
7. Hadist-hadist yang menunjukkan penyediaan makanan untuk keluarga orang meninggal pada hari dan malam kematian, antara lain:
حدثنا مسدد حدثنا سفيان حدثني جعفر بن خالد عن أبيه عن عبد الله بن جعفر قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ” اصنعوا لآل جعفر طعاما فإنه قد أتاهم أمر شغلهم ” . قال الشيخ الألباني : حسن . أخرجه أبو داود والترمذي و الحاكم و غيره
Artinya: Menghadistkan kami oleh Musaddad, menghadistkan kami oleh Sofyan, menghadistkan aku oleh Ja’far bin Khalid dari Bapaknya dari Abdullah bin Ja’far, berkata ia (Abdullah): Berkata Rasul SAW: Persiapkan oleh kalian bagi keluarga Ja’far akan makanan, karena sungguh terjadi perkara yang membuat mereka sibuk. Berkata Syeikh Albani: Hadis hasan. (HR. Abu daud, Turmuzi, Hakim dan lain-lain).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Nabi menyuruh untuk mempersiapkan makanan karena keluarga Ja’far sedang sibuk mengurus mayat dan tidak sempat memasak dan Rasul tidak menunjukkan sumbernya dari siapa dan tempatnya dimana, maka dapat menunjukkan boleh bahan masakan itu diambil dari harta keluarga mayat dan dirumah mereka, bahkan tunjukan hadist lebih cenderung yang demikian, sebagaimana tersebut dalam hadist riwayat Bukhari pada cerita A’isyah yang tersebut di belakang.
8. Berdasarkan dalil-dalil yang shahih diatas maka ulama-ulama Aceh dahulu seperti Syeikh Abu Hasan Krueng Kalee, Syeikh Abuya Mudawali, Syeikh Abon Abdullah Tanoh Mirah, Syeikh Abon Abdul Aziz Samalanga dan syeikh-syeikh lainnya baik di Aceh maupun diluar Aceh memfatwakan bahwa masalah khanduri dan berdoa untuk orang meninggal adalah sunat.

Wallahu ‘a’lam bisshawab.
Lhokseumawe, 19 Nopember 2008 M
21 Dzulkaidah 1429 H

Pembimbing Muzakarah Ulama
Se-Kabupaten Aceh Utara

1. Tgk. HM.Amin Mahmud
2. Tgk. H.Ibrahim Berdan
3. Drs.Tgk. H.Ghazali Mohd. Syam

Mengetahui :
Pimpinan Majelis Permusyawaratan Ulama
Kabupaten Aceh Utara NAD

Tgk. H. Mustafa Ahmad



Tidak ada komentar:

Posting Komentar