PARA TAMU YANG MULIA, SELAMAT BERKUNJUNG اهلا و سهلا مرحبا بكم جميعا

DISINI, KITA (MUSLIMIN SEJATI) BERBAGI INFORMASI ISLAMI UNTUK KEJAYAAN ISLAM SEJATI



DI TEPI PANTAI ATLANTIK

Sabtu, 11 Februari 2012

MEMBONGKAR KEBOHONGAN SEORANG WAHABI

bagian ke-30

KHATIMAH

Setelah panjang-lebar mengenal sepak terjang Wahhabi di dunia Islam, dan mengkonfrontasikannya dengan sang da’i radio kita itu, akhirnya maklumlah kita, bahwa mereka bukanlah sekte bersifat agamis, tapi lebih mengarah ke sifat politis yang awalnya hanya ingin merebut kekuasaan di tanah Hijaz (Mekkah-Medinah) dengan topangan fatwa-fatwa menguntungkan dari sang pionernya sendiri. Dalam perjalanan perkembangannya setelah hegemoni[1] dapat digenggam, fatwa-fatwa ganjil itu dianggap ‘wahyu’ oleh pengagum dan simpatisannya, yang actual seperti penda’i radio. Makanya, secara ilmiah fatwa-fatwa mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan di hadapan sarjana-sarjana Islam karena hanya sangat kontemporer dan kondisional, sehingga mereka tidak bisa diajak diskusi. Tidak percaya? Cobalah meminta mereka, sekali saja, untuk ikut mendiskusikan apa yang mereka bid’ahkan atau kurafatkan dari amalan-amalan orang lain, dipastikan Anda akan gigit jari dan mereka ‘lari terbirit-birit’.
Biasanya, mereka paling doyan dengan orang awam yang masih polos dari mengerti ilmu-ilmu agama. Saat-saat seperti itu mereka sangat bersemangat sekali menyesatkan seorang ulama, membid’ahkan amalan Maulid atau mengkafirkan ziarah kubur. Tapi giliran berhadapan dengan orang yang diketahuinya punya latar kedayahan, mereka akan diam sopan, mati kutu. Disinilah Nampak hakikat mereka sebenarnya. Hanya di radio, misalnya, mereka mempunyai keberanian men’dhalalah’kan Maulid, tidak di hadapan orang yang punya ‘sedikit’ saja pengetahuan agama. Peran mereka seperti ini, sebenarnya menguntungkan pihak Aswaja, untuk menunjukkan ke masyarakat, model begini ini bukanlah aliran ‘sehat’, apalagi mendekati kebenaran hakiki, tapi hanya sempalan ‘sandiwara’ di panggung dunia untuk lebih mengkristalkan pemahaman Aswaja. Kalau benar Wahhabi suatu Sekte kebenaran (haq) seperti mazhab Syafi’i atau Hambali, mereka tidak mesti takut dengan orang berilmu, karena pepatah mengatakan ‘berani karena benar’. Nyatanya mereka tidak punya cukup keberanian menunjukkan kewahabiannya atas panggung diskusi, hanya dengan ‘mawa’ atau ‘aneuk miet’ atau ‘ureung ngeut’ mereka bersemangat sekali. Memang Allah swt Maha Tahu dan menampakkan kesesatan adalah kesesatan dengan melahirkan gejala-gejala ketidakberesannya.
Akhirnya, para pengagum dan simpatisan  Sekte Wahhabiyyah hanya bertugas siang-malam mengais-ngais ayat ataupun hadits untuk menyingkronisasikan dengan ‘fatwa-fatwa aneh’ mereka, di samping berusaha menyingkirkan dalil-dalil penopang hukum Aswaja dengan mendalihkan sebagai: hadits maudhu’ atau hadits dhaif dll dengan kriteria yang mereka palsukan atau ciptakan sendiri seperti kriteria hadits rakitan Albany. Artinya, hidup mereka penuh beban. Di satu pihak, bagaimana mencari ‘pembenaran’ atas ocehan mereka, bukan ‘kebenaran’ atas nama agama Islam. Di pihak lain, bagaimana memberengus nash-nash fondasi hukum Aswaja agar punya legalitas membid’ah, mengkafirkan dan menyesatkan mereka. Kasarnya, Wahhabi punya dua sayap, sayap membenarkan diri sendiri dan sayap menyesatkan orang lain, atau menganut filosofi belah bambu.
Dengan sayap atau filosofi ini, mereka semakin mendekati atau bahkan telah memasuki dan bergabung dalam komunitas “aliran sesat” seperti ditulis oleh seorang ulama (Abdul Qahir Al-Baghdady) abad ke-4 Hijrah dalam kitab ‘Al-farq Bainal Firq’ berikut ini:
 وقد علم كل ذي عقل من أصحاب المقالات المنسوبة الى الاسلام أن النبي عليه السلام لم يرد بالفرق المذمومة التي أهل النار فرق الفقهاء الذين اختلفوا في فروع الفقه مع اتفاقهم على اصول الدين لان المسلمين فيما اختلفوا فيه من فروع الحلال والحرام على قولين أحدهما قول من يرى تصويب المجتهدين كلهم في فروع الفقه وفرق الفقه كلها عندهم مصيبون والثاني قول من يرى في كل فرع تصويب واحد من المتخلفين فيه وتخطئة الباقين من غير تضليل منه للمخطىء فيه
Sesungguhnya para pakar dari kalangan, yang perkataannya dapat dinisbatkan kepada Islam, meyakini, bahwa Nabi saw melalui sabdanya (tentang 73 firqah yang salah satunya lolos dan lainnya dihalau ke neraka) tidak bermaksud kepada kelompok yang dicela dan masuk neraka adalah kelompok Fuqaha’ yang berselisih dalam cabang-cabang fiqh dan bersepakat pada Usuluddin (tauhid). Karena, kaum Muslimin (para ulama) mempunyai dua pendapat tentang furu’ halal-halam: pertama, pendapat yang melihat semua Mujtahid tentang furu’fiqh adalah benar dan firqah-firqah fiqh adalah juga benar. Kedua, pandangan yang melihat bahwa furu’-furu’ hanya satu yang benar dan lainnya salah, tapi mereka tidak men’tadhlil’ (menyesatkan atau membd’ahkan) kepada orang yang salah tersebut. [2]
Nah, semakin terkuak ke arah mana sebenarnya dapat dikategorikan Sekte Wahhabiyyah. Ke kategori pertama, yaitu menganggap benar semua aliran yang benar pendalilannya, Wahhabi mustahil masuk ke sana. Karena, mereka menganut keyakinan hanya mereka saja yang super benar, non-Wahhabiyyah sesat-menyesatkan, apalagi dengan mazhab Tasawwuf sampai-sampai mereka ‘takfir’ (menuduh kafir)kan mereka. Hal ini terbukti dengan ‘cuap-cuap’ mereka yang selalu berbau bid’ah, sesat, kurafat dan takfir. Contoh aktualnya seperti penceramah radio itu, seolah Hadits hanya itu-itu saja, dan seakan yang mereka pelajari dan telusuri hanya itu melulu.
Ke kelompak pendapat kedua mungkin Sekte sempalan ini bisa masuk? Lebih dan sangat mustahil lagi! Karena, jangankan mau menerima fatwa-fatwa mazhab lain yang pendalilannya telah diakui dalam dunia Islam selama berabad-abad lamanya, mereka malah melebelkan kemusyrikan kepada ulama-ulama terdahulu yang jauh pemahaman nash dari mereka. Mereka, para penganut fanatic wahabi, lebih melihat diri dalam kesempurnaan abadi tanpa cela secuilpun layaknya sosok agung Malaikat. Padahal, Muhammad bin Abdullah pernah silap dan lupa serta larut dalam keteledoran, yang kemudiannya ditegur dan diluruskan kembali oleh Sang Maha Tahu, karena beliau adalah ‘ma’shum’ (orang yang selalu dikontrol tingkah-lakunya). Lalu siapa yang meluruskan kesilapan seorang Wahhabiyyah? Atau mereka menganggap diri lebih dari seorang Nabi yang tidak pernah dilanda oleh satu kesalahanpun?
Tanyakan kepada Wahabi yang Anda kenal di lingkungan Anda, apakah haram berbeda pendapat? Sementara generasi terbaik yang pernah dilahirkan oleh Islam, yaitu para Shahabat Nabi saw yang telah digaransikan dengan surga, langsung berselisih pasca kewafatan Rasul saw?[3] Kalau berbeda pendapat adalah dosa tentu mereka tidak mau berdosa. Karena, dengan meminjam istilah pendalilan wahabi, ‘kalau sesuatu itu baik maka pasti lebih dahulu dikerjakan oleh para Shahabat. Tapi, kalau sesuatu itu tidak baik maka mereka lebih tahu dan lebih dahulu meninggalkannya”. Ungkapan ini, sekalipun tidak benar dalam pandangan Aswaja karena mendalil-logikakan hukum Syariat, tetapi oleh fanatisme wahabi menjadikannya sebagai dalil agung, malah kadang-kadang melebihi al-Quran itu sendiri.
Berdosakah berbeda pendapat? Maka, berdosalah para Shahabat Nabi saw. Dan, berdosa pula Wahabiyyah! Karena, sesama Salafiyyun ( begitu mereka sering menyebut diri mereka untuk menggugah opini publik seolah mereka paling benar) juga tidak pernah singkron, malahan saling melempar kata-kata kafir. Ini juga salah satu indikator besar bahwa mereka memang aliran sesat. Seperi kaum Khawarij, sempalan-sempalan mereka juga saling bertukar lempar pengkafiran. Memang beginilah aliran menyesatkan!
Maka, wahai kaum Muslimin Aswaja yang bermazhab salah satu dari empat mazhab yang benar, berhati-hatilah dengan Wahabiyyah. Sesungguhnya mereka virus Islam yang hakiki, sekalipun berjubah putih dan berbicara Islam, sekalipun baru pulang dari kandang unta. Walaupun Islam dan kampung halaman Rasul saw berada di Arab, tapi Arab sekarang berbeda dengan Arab ketika Syaikh Abdur Rauf As-Singkily menuntut dan belajar di sana, berbeda dengan Arab ketika Syaikh H Hasan Krueng Kalee bermukim. Karena saat itu belum merajalela pengaruh Sekte Wahabiyyah Najdiyyah.
Waspadailah dengan mereka yang baru pulang dari belajar di Arab, khususnya Arab Su’udiyyah (Saudi, Indonesia), karena belajar di sana sama dengan belajar bagaimana mengkafir ulama-ulama, membid’ahkan maulid, menyesatkan sesama muslim, menjelek-jelekkan yang bukan kelompoknya. Lihatlah dan dengarkanlah, bagaimana mereka menghujat Syaikh Abuya Muda Waly, bagaimana mereka mengdiskreditkan[4] lembaga dayah dan bagaimana mengkafirkan amalan-amalan mazhab yang kita anut. Sesungguhnya memang itu misi sponsor yang mereka bawa pulang dari gurun gersang sana segersang dan sepicik dada dan pikiran mereka.
Waspadalah!

Wahabiyyah sebenar-benarnya virus Islam!


[1] hegemoni /hégemoni/ n pengaruh kekuasaan suatu negara atas negara-negara lain (atau negara bagian).
[2] Al-farq Bainal Firq’ hal.9-10
[3] Lihat Al-farq Bainal Firq hal.14
[4] diskredit /diskrédit/, mendiskreditkan v, (berusaha untuk) menjelekan atau memperkecilkewibawaan suatu badan atau orang: pamflet gelap itu bertujuan ~Pemerintah (KBI)
 
tammat