PARA TAMU YANG MULIA, SELAMAT BERKUNJUNG اهلا و سهلا مرحبا بكم جميعا

DISINI, KITA (MUSLIMIN SEJATI) BERBAGI INFORMASI ISLAMI UNTUK KEJAYAAN ISLAM SEJATI



DI TEPI PANTAI ATLANTIK

MADINAH AQIDAH

Salah satu pilar utama keimanan dalam Islam adalah meyakini adanya sifat wajib, mustahil dan jaiz pada diri seorang Rasul. Dalam ranah i’tiqady, hukum ‘wajib’, ‘mustahil’ dan ‘jaiz’ (harus) mempunyai pengertian tersendiri yang lain dari lain. Karena ketiga hukum di atas adalah lebih bersifat untuk meyakinkan para mukallaf, maka yang bisa mendesak agar para mukallaf tidak bisa menghindari dari meyakini tentang yang wajib, mustahil dan harus pada Rasul adalah ‘akal’ mereka sendiri. Sementara ‘akal’ menghukum hanya dalam dua kata: ‘boleh’ atau ‘tidak’ (boleh). ‘Boleh’ (ada atau tidak) disebut ‘jaiz’ (harus). Sedangkan ‘tidak’ (boleh tidak ada) dinamakan dengan ‘wajib’. Dan, ‘tidak’ (boleh ada) diistilahkan dengan ‘mustahil’. Tidak ada hukum keempat yang dapat diproduksi oleh akal manusia, karena itu berarti keluar dari rumus: ‘boleh atau tidak’. Sedangkan akal hanya berkisar antara keduanya.
Rasul dalam kontek  keimanan, didefinisikan dengan:

هو انسان ذكر حر بعثه الله تعالي للخلق ليبلغهم ما اوحي اليه
Artinya: Rasul adalah seorang laki-laki merdeka yang diutus oleh Allah swt kepada makhluk untuk menyampaikan wahyuNya kepada mereka.

Rasul sebagai manusia pilihan Allah swt sudah barang tentu memiliki kelayakan untuk menempati posisi sangat terhormat tersebut. Dan, yang mengirimkannyapun tidak akan sembarang memilih dan main comot tanpa perhitungan, agar tujuan dia diutus bisa mencapai sasaran yang diharapkan. Suatu keharusan bagi sipengutus menetapkan criteria tertentu yang membuat pilihannya benar-benar tepat. Semua criteria yang dimaksud telah tercakup dalam definisi di atas. Pertama, persyaratan seorang rasul adalah berjenis manusia (orang), yang dengan ini maka tidak pernah Allah swt mengirim utusanNya dari golongan Jin atau Malaikat untuk menyampaikan wahyuNya kepada makhluk. Dan, kekhususan ini merupakan suatu kehormatan dan kemuliaan bagi golongan manusia.
Kedua, seorang laki-laki. Jenis makhluk yang satu ini mendapat kepercayaan dari Allah swt untuk mengemban ‘risalah’, karena, baik fisik maupun mental, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jenis-jenis yang lain. Karena, seperti dimaklumi, tugas seorang Rasul begitu berat sekali dan mendapat tantangan paling dahsyat dan teror dari manusia-manusia bejat pada zamannya. Menghadapi semua ini sangat dibutuhkan mental baja dan ketahanan fisik yang prima, yang umumnya hanya di dapat pada diri seorang laki-laki sejati.
Ketiga, merdeka dari perbudakan. Seorang budak, disamping membelenggu kebebasan menjalankan tugas-tugas kerasulan karena lebih terikat secara horizontal kepada yang memperbudakkannya daripada terikat kepada Allah swt secara vertical, juga perbudakan merupakan kasta manusia yang paling rendah yang tidak layak ada pada seorang duta Allah swt, sebagaimana yang akan kita bentangkan lebih luas lagi pada pembahasan sifat jaiz pada Rasul ke depan nantinya, insyaallah.
Keempat, menyampaikan wahyu kepada makhluk. Poin ini secara lahiriyyah bukanlah suatu keharusan secara mutlak mesti terpenuhi, tetapi lebih kepada untuk membedakan antara Rasul dan Nabi. Karena Nabi memang tidak diperintahkan meneruskan wahyu kepada makhluk, seperti juga Rasul tidak selamanya setiap wahyu wajib didistribusikan kepada makhluk. Tetapi secara tersirat kalimat: ‘menyampaikan wahyu kepada makhluk’ mengharuskan beberapa sifat lain yang menjadi landasan tercapainya maksud tersebut. Yaitu, seorang Rasul Allah swt wajib diyakini punya sifat Shidiq (benar), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan Fathanah (kecerdasan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar