PARA TAMU YANG MULIA, SELAMAT BERKUNJUNG اهلا و سهلا مرحبا بكم جميعا

DISINI, KITA (MUSLIMIN SEJATI) BERBAGI INFORMASI ISLAMI UNTUK KEJAYAAN ISLAM SEJATI



DI TEPI PANTAI ATLANTIK

Minggu, 15 Januari 2012

TGK HASAN KRUENG KALEE

TGKH.HASANKRUENGKALEE
(TOKOH PELOPOR PENDIDIKAN ISLAM DI ACEH)

Riwayat Hidup

Tgk.H.Hasan Krueng Kalee merupakan seorang ulama besar di Aceh. Beliau lahir pada tanggal 15 Rajab tahun 1303 H (18 April 1886) dalam pengungsian di Meunasah Ketembu, kemukiman Sangeue, kabupaten Pidie setelah tiga belas tahun peperangan dahsyat berkecamuk di Aceh antara prajurit kerajaan beserta rakyat Aceh dengan serdadu-serdadu agresor Belanda . Tgk.H.Hasan Krueng Kale dilahirkan disana sewaktu orang tuanya pindah dari Kutaraja(Banda Aceh sekarang) dalam rangka mempertahankan ide-idenya untuk memperjuangkan Islam dari cengkeraman kolonialisme penjajahan kafir Belanda.
Beliau adalah anak yang pertama dari seorang ulama besar di Aceh, yaitu Tgk.H.Muhammad Hanafiah (Tgk.Chik Krueng Kalee 1) dan lebih dikenal dengan sebutan Tgk.Haji Muda, seorang ulama besar yang memimpin Dayah Krueng Kalee yang terletak di Kabupaten Aceh Besar. Ayahnya tersebut merupakan sahabat karib dari pahlawan nasional Teungku Syekh Muhammad Saman Tiro (Teungku Cik Di Tiro). Ayah dari Tgk.H.Muhammad Hanafiah ini juga seorang ulama besar yang bernama Tgk. Syekh Abbas, putra dari seorang ulama besar pula yang bernama Tgk.Syehk Muhammad Fadlil. Menurut catatan sebuah dokumen keluarga ulama Krueng Kalee, ayah dari Tgk.Syekh Muhammad Fadlil juga seorang ulama besar; demikian pula ayahnya lagi hatta tujuh turunan dari atas sampai kepada Hasan yang lahir pada tanggal 13 Rajab 1303 H. Para ulama besar tujuh keturunan ini adalah yang memimpin dan membangun dayah Krueng Kalee, sebuah lembaga perguruan Islam yang cukup terkenal di Aceh, bahkan di seluruh Sumatra. Setelah keratin Darut Dunia hancur menjadi puing dan ibukota Negara, Banda Aceh Darussalam, telah diduduki tentara Belanda serta pusat pemerintah Kerajaan Aceh telah dipindahkan ke pedalaman ,yitu ke Keumala Dalam di Kabupaten Pidie, maka Teungku Haji Muhammad Hanafiah sebagai salah seorang mujahid ikut pindah bersama kelurganya ke Kabupaten Pidie dengan tempat pemukiman di Kampung Menasah Ketembu, dan disanalah lahir putranya yang pertama: Hasan.Sedangkan ibunya bernama Nyak Ti Hafsah binti Syekh Ismail. Tgk syek Ismail ini lebih dikenal dengan nama Tgk Chik Krueng Kalee II, yaitu anak dari Abdul Manik keturunan Arab yang datang melalui Pasee. Sebelum beliau berada di Pasee, lahirlah seorang putranya yang diberi nama dengan Ismail. Sebagai seorang da’i, beliau telah berjasa mengembangkan dakwah Islamiyah dari satu daerah ke daerah lain sehingga perjalanan beliau sampailah ke daerah Krueng Kalee.
Ketika sampai di Krueng Kalee, beliau menetap di daerah tersebut sehingga memperoleh keturunan. Diantara keturunan beliau tersebut adalah; Hafsah(Istri Tgk Muhammad Hanafiah), kemudian putranya Tgk Haji Hanafiah yang bernama Muhammad Hasan (Tgk.H.Hasan Krueng Kalee) menikah dengan seorang putri dari panglima Husen yang bernama Safiah. Menurut Muhammad Said dalam bukunya ’Atjeh Sepanjang Abad’, Tgk Syiah ini adalah nama seorang bangsa Arab yang datang ke Aceh, lebih kurang tahun 1564-1568 M. Beliau adalah salah seorang anggota utusan dari 40 orang yang dikirim oleh Sultan Turki ke Aceh, bersama 200 meriam tembaga. Rombongan tersebut dikirim ke Aceh dalam rangka membantu Kerajaan Aceh yang dalam keadaan resah dan gelisah seirng datangnya para penajajah yang mencoba menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam. Dan juga sebagai akibat perang yang timbul di Aceh karena serang Portugis. Di antara utusan-utusan yang dikirim itu ada yang menjadi penasehat dalam bidang Agama, militer, dan bidang pemerintahan umum lainnya.Beliau mempunyai tiga orang istri. Istri pertama beliau bernama Nyak Safiah anak dari Panglima Husen bin Panglima Muhammad bin Panglima Gapeh, beliau adalah seorang anak Tuan Panglima Meuntroe (Menteri) di Montasik dilahirkan di Keudah Malaysia. Hajjah Nyak Safiah adalah seorang putri penglima Husen, kemudian putri panglima Husen tersebut setelah berumur lebih kurang 10 tahun dinikahkan oleh Tgk Syekh Muhammad Arsyad (kawan akrab panglima Husen Keudah Malaysia) dengan seorang murid beliau yang berasal dari Aceh yang bernama Tgk.H.Hasan Krueng Kalee. Istri Beliau yang kedua bernama Aisyah (Nyak Payet) yang berasal dari Manyak Payet-Aceh Timur binti Tgk Su’ud bin Abbas yakni paman beliau sendiri. Adik ayahnya yang lain ibu dengan Tgk Haji Muda (Tgk Haji Hanafiah). Sedangkan isteri beliau yang ketiga bernama Nyak Awan binti Ishaq. Tgk Ishak ini adalah cucu Tgk Chik Lam Seunong, kecamatan Kuta Baru-Aceh Besar. Beliau adalah guru Tgk Haji Muda (Tgk Haji Hanafiah). Dari ketiga isterinya ini Tgk.H.Hasan Krueng Kalee dianugrhakan lima belas orang anak, sembilan putra dan enam putri.Dari pengakuan dan data-data cucu-cucu beliau, Tgk.H.Hasan Krueng Kalee meninggal pada tanggal 19 Januari 1973, bertepatan dengan 14 Zulhijjah 1392 Hijrah, jam 02.45. Beliau berpulang ke rahmatullah dalam usia 90 tahun di Krueng Kalee, desa Siem, kecamatan Darussalam-Aceh Besar. Oleh sebab itu, nama Tgk.H.Hasan Krueng Kalee yang dikenal oleh masyarakat kecamatan Darussalam khususnya dan masyarakat Aceh umumnya adalah dinisbahkan kepada daerah tempat beliau mendirikan dayah serta tempat beliau meninggal. Tgk.H.Hasan Krueng Kalee juga dikenal dengan Tgk.H.Syekh Hasan Krueng Kalee atau juga dikenal dengan nama panggilannya Tgk Dian. Beliau hanya mempunyai seorang saudara laki-laki, namanya Tgk.Syekh Abdul Wahab. Beliau ini tidak mempunyai keturunan karena sudah meninggal dunia di Mekkah sebelum sempat berkeluarga.

Riwayat Pendidikan

Sejak kecil Tgk. Haji Hasan Krueng Kalee sudah mendapatkan pendidikan agama dari ibunya sendiri disamping ayahnya Teungku Haji Muhammad Hanafiah, terutama membaca Al-Qur’an dan lain-lain. Ibunya juga seorang anak ulama yaitu Nyakti Hafsah binti Tgk Syaikh Ismail Krueng Kalee. Ketika dalam pengasingan tersebut, beliau belajar pengetahuan dasar agama langsung dari kedua orangtuanya sambil berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain di daerah pengungsian.
Dan setelah mempunyai pengetahuan dasar tentang agama Islam yang memadai, bahasa Arab, sejarah Islam dan lain-lain, pada tahun 1906 M, Tgk H.Hasan Krueng Kalee yang telah menjadi remaja berangkat ke Yan, Keudah – Malaysia untuk memperdalam ilmu pengetahuan yang telah beliau pelajari sebelumnya. Beliau dikirim kesana oleh ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya di Dayah Yan yang pada waktu itu dipimpin oleh Tgk.H.Muhammad Arsyad, seorang ulama besar yang berasal dari Kerajaan Aceh Darussalam. Tgk.H.Muhammad Arsyad adalah teman pengajian ayahnya dulu sewaktu di Lamnyong. Selain itu, keberangkatan beliau ke Keudah juga atas dorongan Teuku Raja Keumala dan Tgk Syaikh Ibrahim Lambhuk. Disana beliau memperdalam ilmu pengetahuan selama beberapa tahun. Dayah Yan di Keudah sudah sejak lama menjadi pusat pendidikan Islam di Semenanjung tanah Melayu. Para sultan Kerajaan Aceh Darusssalam mengirim ulama-ulama besar kesana untuk membangun dayah sebagai lembaga pendidikan utama untuk daerah-daerah Tanah Seberang. Sebagaimana diketahui bahwa dalam abad ke-16 dan 17, terutama dalam masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam (1016-1045 H, atau 1607-1636), sebagian besar semenanjung tanah melayu, termasuk Kedah, berada dibawah perlindungan Kerajaan Aceh Darussalam. Demikianlah, Dayah Yan berjalan baik dari zaman ke zaman, sehingga pecah peperangan di Aceh antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Belanda. Dan setelah pecah peperangan yang dahsyat itu, maka sejumlah ulama-ulama besar hijrah ke Keudah, yang tidak diminta untuk memimpin peperangan, sehingga Dayah Yan waktu itu menjadi pusat pendidkan Islam, juga untuk putri-putri Aceh yang wilayah negaranya sedang dibakar api peperangan. Setelah menamatkan studinya di Dayah Yan, Tgk H.Hasan Krueng Kalee yang telah mempunyai pengetahuan agama dan bahasa arab yang cukup, atas persetujuan gurunya pada tahun 1910 berangkat ke tanah suci dalam rangka menunaikan Ibadah H. serta untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi pada pusat pendidikan Islam di Masjidil Haram Makkah. Disana beliau belajar selama lima tahun, dan yang menjadi gurunya merupakan ulama-ulama besar yang menjadi masyaikh (para guru besar) dalam Masjidil Haram dan sangat terkenal di kota Mekkah. Diantara guru-guru beliau tersebut adalah Syaikh Said Al-Yamani Umar bin Fadil, Syaikh Khalifah, Syaikh Said Abi Bakar Ad-Dimyaty dan Syaikh Yusuf An-Nabhany dan sebagainya. Selain pengetahuan Islam secara umum, pemuda Hasan khusus mendalami ilmu tauhid, fiqh (hukum Islam), tafsir, ilmu falaq, ilmu tasawwuf, dan sejarah Islam, dimana akhirnya Tgk H.Hasan Krueng Kalee mendapat ijazah dalam ilmu-ilmu tersebut, sehingga karena dia telah boleh memakai lakab ulama di muka namanya. Di tiap-tiap jenjang lamanya Tgk H.Hasan Krueng Kalee belajar tujuh tahun sehingga sampai dapat membaca Fathul Mu’in, Minhajul ’Abidin, serta sudah bisa membaca kitan Mahally (Qalyubi wa ‘Umairah) dan Fathul Wahab. Setelah menempuh pendidikan sekitar enam tahun di Mekkah, Tgk H.Hasan Krueng Kalee pulang ke tanah air. Sekembali beliau tersebut pada tahun 1916 beliau langsung mengambil alih pimpinan Dayah Krueng Kalee yang sejak peperangan dengan Belanda tidak terurus lagi. Dengan semangat baru yang dihasilkan dari pendidikan selama bertahun-tahun di Mekkah dan didorong oleh jiwa mudanya Tgk.H.M.Hasan Krueng Kalee membangun kembali Dayah tersebut. Dalam waktu singkat, Dayah Krueng Kalee telah berubah menjadi pusat pendidikan agama Islam terbesar di Aceh sejajar dengan nama-nama besar lainnya seperti; Dayah Tanoh Abee, Dayah Lambirah, Dayah Rumpet, Dayah Jeureula, Dayah Indrapuri, Dayah Pante Geulima, Dayah Tiro dan Dayah Samalanga.


 Menjadi Ulama Besar Di Aceh.

Tgk H.Hasan Krueng Kalee dapat di katagorikan sebagai ulama, karena beliau sejak usia muda sudah memimpin Dayah Krueng Kalee sampai berpulang ke rahmatillah. Disamping itu beliau sudah menjadi ulama di Mekah dengan gelar syeih Hasan Al-Falaqy, karena beliau bukan hanya menguasai ilmu agama saja, akan tetapi ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu falak, sejarah Islam. Selama di Mekkah beliau beliau mempelajri ilmu agama, ilmu tabib, ilmu handasah. Menurut Prof A. Hasjmy, selain usaha yang telah disebutkan diatas juga Tgk H.Hasan krueng Kalee mengadakan pengajian, sebagai juru dakwah, pemberantas bid’ah dan khurafat. Untuk itu beliau selalu berusaha bekerja sama dengan masyarakat, membangun dan memperbaiki mesjid yang telah rusak selama perang Aceh seperti Mesjid Lamnyong, juga bekerja sama dengan ulama-ulama, baik mengadakan pengajian-pengajian. Dalam pengajjian tersebut beliau selalu menceritakan dan menasehatkan masyarakat untuk giat mengerjakan yang baik dan berguna serta menjahui perbuatan-perbuatan yang buruk sesuai dengan ketetuan Islam dan sesudah pengajian selesai beliau selalu memberi kesempatan untuk berdiskusi.Setelah beberapa tahun Tgk Haji Hasan Krueng Kalee membina pendidikan di pesantren Luhur Kreung Kalee dengan menitik beratkan pada ajaran Islam, yaitu ilmu Tauhid, Akhlaq, Fiqh, Tafsir dan Tasauwuf dan Al-Qur’an Al-karim serta beberapa ilmu lain. Tgk H.Hasan Krueng Kalee hanya mengajar pada tinngkat tinggi, sedangkan pada tingkat rendah diajarkan oleh Tgk dirangkang dan Tgk dibalee. Dan beliau mulai memberantas bid’ah dan Khurafat yang timbul dalam masyarakat.Dari hasil usaha beliau itu secara sedikit demi sedikit penyimpangan- penyimpangan ajaran agama berangsur kurang, namun sampai saat sekarang masih juga terdapat hal-hal yang telah penulis sebutkan diatas. Tetapi tidak seperti sebelum adanya usaha-usaha yang digerakkan oleh almarhum Tgk Haji Hasan Krueng Kalee.Sebagai contoh keberhasilan beliau memberantas khurafat, ialah tradisi boros dan tidak sesuai dengan ajaran agama, yaitu upacara kenduri besar-besaran diwaktu turun ke sawah yang dilakukan oleh masyarakat kemukiman Lamblang, kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar dengan menyembelih seekor sapi berwarna hitam. Sebelum upacara penyembelihan sapi itu diseret ke sebuah kolam yang airnya agak dalam, kemudian bila sapi itu mendarat dipukul sampai berdarah, begitulah keadaan sapi tersebut yang sudah diseret kedalam kolam, ketika mendarat dipukul, sehingga air kolam itu bercampur dengan darah atau menjadi merah. Setelah sapi itu luka-luka, barulah disembelih secara benar dan dagingnya dibagi-bagi kepada kelompok-kelompok tani yang ada di sekitar sawah tempat kejadian itu. Mereka beranggapan bahwa darah sapi yang mengalir ke sawah bersama air kolam tersebut member berkat dan panennya akan bertambah. Setelah upacara penyembelihan sapi tersebut, diadakan pantang selama tujuh hari tujuh malam. Maka pada tiap-tiap tahun turun ke sawah mereka memuja kolam itu supaya airnya tetap mengalir sehingga mereka bias menanam padi dengan menyembelih seekor sapi berwarna hitam. Tidak boleh siapapun mengerjakan sawah di sekitar itu, selama batas waktu yang telah ditentukan. Jika ada orang yang melanggar peraturan tersebut, maka ia didenda dengan seekor sapi untuk mengulangi kenduri tersebut. Tetapi andai kata ada orang yang baru datang ke wilayah tersebut tidak mengetahuinya maka dendanya cukup dengan satu hidangan ketan (sepuluh bamboo beras ketan).
Akhirnya beliau memperhatikan tradisi buruk didalam masyarakat bertentangan dengan ajaran agama, maka beliau memanggil pemuka-pemuka masyrakat dalam tiga kemukiman kecamatan Kuta Baro dan sekitarnya untuk diberikan penjelasan dari akibat tindakan atau kepercayaan yang salah itu, maka Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, pada suatu hari datang ke tempat diadakan kenduri itu, untuk menyembelih sapi tersebut dengan baik, sambil membatalkan segala pantangannya dan melarang semua tatacara penyembelihan yang sudah teradat pada diri mereka. Demikianlah usaha dan kegiatan Tgk H.Hasan Krueng Kalee dalam membina masyarakat dengan mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat dan ulama lainnya, baik dibidang ibadah maupun dibidang pemberantasan khurafat.

Pada tahun 2007, senin 7 Mai, bertepatan dengan 19 Rabiul Akhir 1438 H. Sebuah forum tingkat tinggi ulama Aceh menggelar pertemuan kedua di Mesjid Raya Baiturrahman; pada pertemuan yang menghadirkan ratusan ulama Aceh ini menyimpulkan bahwa ada empat ulama Aceh yang telah sampai pada tingkat ma’rifatullah . Keempat ulama itu, masing-masing Syaikh Abdurrauf As-Singkili, Hamzah Fansuri, Tgk Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee dan Tgk Syaikh H.Muhammad Waly Al-Khalidy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tgk H Muda Waly. Hadir dalam pertemuan tersebut diantaranya adalah: Tgk Jamaluddin Waly, Tgk Natsir Waly, Abu Panton(Abu Ibrahim Panton), Kadis Syari’at Islam Prof Al Yasa’ Abu Bakar dan seratusan ulama Aceh lainnya. Pada pertemuan ini, Prof Syahrizal Abbas dari IAIN Ar-Raniry Banda Aceh bertindak sebagai pemandu acara.

Pelopor Pendidikan Islam Di Aceh

A. Merintis Dayah Krueng Kalee

Setelah Belanda berhasil menduduki kota-kota dan sebagian besar tanah Aceh, sekalipun peperangan masih berkecamuk dan Aceh tidak pernah mau menyerahkan kedaulatannya kepada Belanda, sebagian ulama ditugaskan agar melapor kepada pemimpin pentadbiran tentara Belanda untuk membangun pusat pendidikan (dayah) kembali, sementara sebagian yang lain terus memeimpin perang gerilya. Dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan baru dari pucuk pimpinan perang gerilya Aceh yang telah dipegang oleh ulama Tiro, dimana sebagian ulama tetap memimpin peperangan di hutan-hutan dan di daerah-daerah pedalaman yang luas, sementara sebagian ulama yang lain ditugaskan untuk melanjutkan peperangan dengan bentuk baru, yaitu membangun dayah-dayah kembali, maka semenjak tahun 1904 mulailah dibangun kembali dayah-dayah yang telah porak-poranda akibat peperngan, diantaranya Dayah Krueng Kalee. Demikianlah, dalam tahun 1916 Tgk Haji Hasan yang telah menjadi ulama setelah kembali dari Makkah mengambil alih pimpinan Dayah Krueng Kalee yang hampir-hampir tidak terurus lagi.
Dengan semangat baru yang dibawa dari Makkah dan dengan dorongan keras usia yang baru 30 tahun, Tgk H.Hasan Krueng Kalee mencoba membangun kembali dayah Krueng Kalee dalam arti yang sungguh-sungguh, sehingga dalam waktu yang singkat dayah Krueng Kalee telah menjadi sebuah pusat pendidikkan Islam yang besar di Aceh, dan termasuk dalam deretan nama beberapa dayah manyang (pesantren luhur), seperti: Dayah Tanoh Abee, Dayah Lambirah, Dayah Rumpet, Dayah Jeureula, Dayah Indrapuri, Dayah Pante Geulima, Dayah Tiro, Dan Dayah Samalanga.

Sebagai dayah manyang, dibawah pimpinan Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, yang sekarang lebih terkenal dengan lakab: Teungku Chik Krueng Kalee, maka dayah Krueng Kalee telah menghasilakan sejumlah ulama yang telah kembali ke kampungnya masing-masing terus mendirikan dayah-dayah tingkat rendah dan menengah.. Sebagai seorang ulama yang memimpin pusat pendidikan Islam, Tgk H.Hasan Krueng Kalee menganut aliran Ahlu Sunnah dan sebagai orang taSAWwuf beliau menganut tareqat Haddadiyah, yaitu tareqat yang berpangkal kepada Said Abdullah Alhadad. Pada tanggal 1 dan 2 Oktober 1932 (30 Jumadil awal-1 Jumadi akhir 1351 H.), Tgk H.Hasan Krueng Kalee ikut dalam Musyawarah Pendidikan Islam yang diadakan di Lubuk Banda Aceh. Pertemuan ini membicarakan masalah pembaharuan dan perbaikan sistem pedidikan Islam. Diantara para ulama yang menjadi peserta musyawarah tersebut adalah: Teungku Haji Hasballah Indrapuri, Teungku Haji Abdul Wahab Seulimum, Teungku Muhammad Daud Beureueh, Teungku Muhammad Hasby Ash-shiddiqy, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba, Teungku Haji Hasballah Pase, Teungku Jalaluddin Amin Sungai Limpah, Teungku Haji Abdullah Lam U, Teungku Zakaria Teupin Raya, Teungku Usman Gigieng, Teungku Muhammad Amin Jumphoh, Teungku Haji Umar Meureudu, Teungku Haji Muhammad Alue, Teungku Muhammad Saleh Iboih, dan Teungku Haji Trienggadeng.Diantara keputusan-keputusan yang diambil ‘Musyawarah Pendidikan Islam’ tersebut, yaitu:

1. Tiada sekali-kali terlarang dalam agama Islam, kita mempelajari ilmu keduniaan yang tidak berlawanan dengan syariat, malah wajib dan tidak layak ditinggalkan untuk mempelajarinya.

2. Memasukkan pelajaran-pelajaran umum itu ke sekolah-sekolah agama memang menjadi hajat sekolah-sekolah itu.
3. Orang perempuan berguru kepada orang laki-laki itu tidak ada halangan dan tidak tercegah pada syarak. Timbul pertanyaan: mengapa beliau tidak juga atau belum bersedia memasukkan perubahan sistem pendidikan ke dalam dayah Krueng Kalee yang dipimpinnya? Bahkan sampai saat beliau meninggal dunia! Mungkin ada sesuatu perimbangan yang menurut beliau belum waktunya. Wallahu A’lam!Dayah Krueng Kalee, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang telah banyak menciptakan kader-kader dakwah, pendidik, ulama dan pemimpin umat, seperti yang telah kami kemukakan dalam uraian yang lalu, bahwa dayah tersebut, disamping aktif menggerakkan pendidikan Islam dikalangan masyarakat, juga aktif melakukan pembinaan kader ulama dan pemimpin masyarakat.

Sebagai lembaga pendidikan, dayah Krueng Kalee ini, sebenarnya lebih banyak berperan dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal seperti sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. Sekolah pada waktu itu tidak sanggup mengemban tugas, menampung semua lapisan masyarakat, karena ketentuan yang digariskan penjajah Belanda yang membatasi kesempatan bersekolah bagi masyarakat luas, atas dasar kepentingan penjajah. Dengan demikian dayah sebagai pendidikan Islam yang terdapat di pedesaan, terutama dalam mempelajari ilmu-ilmu yang menyangkut dengan masalah agama Islam.

Tahun 1904 dapat dianggap sebagai kebangkitan kembali dayah-dayah tradisional yang sebelumnya telah hancur pada saat peperangan fisik melawan Belanda. Di antara dayah yang dibangun tersebut adalah Dayah Krueng Kalee. Sekembali Tgk.H.M.Hasan Krueng Kalee dari Mekkah pada tahun 1916 beliau mengambil alih pimpinan Dayah Krueng Kalee yang sejak peperangan dengan Belanda tidak terurus lagi. Dengan semangat baru yang dihasilkan dari pendidikan selama bertahun-tahun di Mekkah dan didorong oleh jiwa mudanya Tgk.H.M.Hasan Krueng Kalee membangun kembali Dayah Krueng Kalee dengan arti yang sesungguhnya. Dalam waktu singkat, Dayah Krueng Kalee telah menjadi pusat pendidikan agama Islam yang besar di Aceh sejajar seperti nama-nama seperti; Dayah Tanoh Abee, Dayah Lambirah, Dayah Rumpet, Dayah Jeureula, Dayah Indrapuri, Dayah Pante Geulima, Dayah Tiro dan Dayah Samalanga.

Menurut keterangan hasil dari wawancara tim penulis dengan murid-murid beliau yang masih hidup, Tgk.H.M.Hasan Krueng Kalee adalah seorang ulama Tassawuf yang menganut aliran tarekat Haddadiyah, yaitu tarekat yang berpangkal dari Said Abdullah Al-Haddad. Aliran ini termasuk paham yang keras dan sangat sulit untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan.

Proses pendirian dayah Krueng Kalee dimulai dari mendirikan pondok-pondok dari batang bambu, batang kelapa dan atap rumbia dengan tidak pernah hilang tujuan. Sebagai seorang ulama yang mewarisi para nabi dengan keyakinan yang kokoh itulah sebabnya beliau mendirikan dayah yang diberi nama Dayah Luhur Krueng Kalee. Pembangunan dayah tersebut dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat yang tergugah kekhawatiran akan suramnya masa depan agama Islam. Mereka melihat realitas dalam masyarakat sekitarnya, dimana masyarakat pada waktu itu sebagian besar telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.

Dari keterangan diatas jelas bahwa proses pendiriannya dimulai dari fasilitas yang sangat minimdan sederhana, partisipasi tokoh-tokoh masyarakat sangat tinggi karena mereka mendambakan agar agama Islam menjadi petunjuk dalam mengarungi kehidupan bagi generasi yang akan datang. Kemajuan suatu dayah sangat tergantung kepada ulama yang memimpin dayah itu, bukan kepada nama dayah itu sendiri, oleh karena itu kita mengetahui mengapa seorang santri itu pergi belajar ked ayah yang jauh, sedangkan di dekatnya ada dayah pula. Hal ini menunjukkan adanya kebebasan untuk memilih guru dan ilmu yang dipilih seseorang.

Berdasarkan kutipan diatas jelas bahwa kemajuan suatu dayah sangat tergantung pada pemimpin itu sendiri. Adapun tujuan utama didirikan dayah tersebut adalah untuk meningkatkan pendidikan ini dikalangan masyarakat. Hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Prof. A. Hasjmy dalam tulisannya: peranan agama Islam dalam perang Aceh dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau mengatakan bahwa “pendidikan islam telah mengambil tempat dalam pembangunan bangsa yang dimulai dengan berdirinya pusat pendidikan dayah Cot Kala, yang kemudian berkembang di seluruh Aceh”.

Menurut sumber diatas tidak dapat diragukan lagi bahwa kader-kader Islam yang tampil dimasa lalu, ditempa melalui dayah yang berkembang di seluruh Aceh. Selanjutnya menurut informasi yang diperoleh bahwa dayah luhur Krueng Kalee juga telah mendidik masyarakat dalam bidang pendidikan agama Islam dan untuk mencetak kader-kader ulama dan da’i. Dapat dipahami bahwa dengan tampilnya dayah luhur Krueng Kalee ditengah-tengah masyarakat telah dapat membawa hikmah keagmaan yang sangat besar bagi masyarakat Aceh, bahkan ke daerah-daerah lain, tidak sedikit dari mereka menjadi pemimpin formal dan informal di daerahnya seperti menjadi keuchik, imam masjid, imam menasah, guru pengajian, penceramah dan paling tidak mereka menjadi tuha peut, pokoknya mereka turut mendarmabaktikan ilmunya untuk kemajuan masyarakat.Dayah Krueng Kalee memiliki ciri khas yaitu lebih menitikberatkan kepada pengetahuan Islam, ciri khas lain, disiplin dan tempaan keras mengenai menuntut ilmu sebagai ibadah.karena kedudukan oarng yang berilmu didalam agama Islam jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan

Rasulullah SAW pernah menjelaskan dalam sabdanya yang berbunyi: “seseorang yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalan untuknya menuju Syurga. Dan sesungguhnya para malaikat akan membentang sayapnya, karena senang bagi penuntut ilmu dan orang yang berilmu akan diminta ampun oleh segala apa yang ada di langit dan di bumi, termasuk ikan di laut, kelebihan oarng yang berilmu atas oaring yang beribadah sama seperti kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang lainnya. Ajaran inilah yang menjadi anutan bagi Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, sehingga ia yang berbeda dari pendidikan umum lainnya. Sedangkan materi yang beliau ajarkan didayah tersebut meliputi antara lain: Al-Qur’an Al- Karim, ilmu Tauhid, Hadis, Tafsir ilmu Ma’any, ilmu Bayan, ilmu Badi’, ilmu Falaq, Nahu, Sharaf dan Sejarah Islam.

B. Dayah Krueng Kalee sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Selama hayatnya Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, sebenarnya lebih banyak bertekun menangani bidang pendidikan Islam. Beliau berupaya mewujutkan cita-cita mengembangkan agama, dengan mendirikan sebuah lembaga pendidikan dalam bentuk dayah. Masyarakat Aceh Besar pada umumnya menyebutkan Dayah luhur Krueng Kalee sebagai salah satu dayah yang popular dan cukup disegani. Dayah ini berlokasi di desa Siem-Krueng Kalee, kacamatan Darussalam, kabupaten Aceh Besar, kira-kira tujuh km dari Kopelma Darussalam(lokasi kampus IAIN Ar-Raniry dan Unsyiah sekarang). Dimasa lalu dayah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan agama di Aceh. Dayah berperan untuk memelihara dan mengembangkan eksistensi ilmu agama di kalangan masyarakat Aceh. Mereka sangat menghargai para ulama yang berdedikasi, tanpa mengenal lelah dalam membina kepribadian orang Islam yang berlandaskan kebenaran agama Islam melalui dayah-dayah. Ulama-ulama ini pulalah yang telah ikut berperan membentuk kader-kader pejuang, yang mengusir belanda dari Aceh khususnya dari Indonesia pada umumnya sampai pada masa penjajahan Jepang, serta memperthankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu tidak dapat disangkal,betapa besarnya peranan dayah dalam memurnikan ajaran Islam dan mengembangkan semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah sanggup mencetak kader-kader dan pejuang-pejuang kemerdekaan yang bersemangat tinggi. Dengan demikian jelas bahwa dayah berperan antara lain sebagai lembaga pendidikan dan pembina kader.

C. Mendidik Kader Ulama Aceh

Menurut sejarah, sejak berdirinya Dayah Krueng Kalee telah banyak menghasilkan kader-kader pendidik, da’i dan ulama yang dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, baik bidang aqidah, syariat dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Mereka tersebar di seantaro Aceh menjadi mercusuar dalam lapangan keilmuan Islam. Saat tim penyusun buku ini menelusuri jejak Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, beberapa Ulama Aceh yang pernah menjadi murid almarhum Tgk H.Hasan Krueng Kalee tim penulis mendapati mereka sebagai orang-orang yang sangat disegani di daerahnya karena keaktifan mereka mengajarkan ilmu Agama kepada masyarakat.

Dintara ulama-ulama dari murid-murid Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, yang cukup terkenal di daerahnya masih masing antara lain dapat disebutkan:

1. Teungku Ahmad Pante, ulama dan imam masjid Baiturrahman Banda Aceh.

2. Teungku Hasan Keubok, ulama dan Qadhi XXVI mukim di Aceh Besar.

3. Teungku M. Saleh Lambhouk, ulama dan imam masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

4. Teungku Abdul Jalil Bayu, ulama dan pemimpin dayah Al-Huda Aceh Utara.

5. Teungku Sulaiaman Lhoksukon, ulama dan pendiri dayah Lhoksukon, Aceh utara.

6. Teungku M. Yusuf Peureulak, ulama dan ketua majlis ulama Aceh Timur.

7. Teungku Mahmud Simpang Ulim, ulama dan pendiri dayah Simpang Ulim, Aceh Timur.

8. Teungku Haji Muda Waly Labuhan Haji, ulama dan pendiri dayah Darussalam, Labuhan Haji, Aceh Selatan

9. Teungku Syeh Mud Blang Pidie, ulama dan pendiri dayah Blang Pidie Aceh Selatan.

10. Syeh Shihabuddin, ulama dan pendiri dayah Darussalam Medan, Sumatera Utara.

11. Kolonel Nurdin, bekas Bupati Aceh Timur, yaitu anak angkat beliau sendiri.

12. Teungku Ishaq Lambaro Kaphee, ulama dan pendiri dayah Ulee Titie.

Dari data di atas jelas bahwa murid Tgk H.Hasan Krueng Kalee pada umumnya mengikuti jejak gurunya, menjadi ulama yang membuka dayah di tempat mereka masing-masing hampir ke seluruh pelosok. Dengan demikian jelas Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, ulama besar di Aceh, yang terkenal kemana-mana karena banyak diantara murid-murid beliau yang membuka dayah di tempatnya masing-masing. Hal ini diakui oleh warga masyarakat kecamatan Darussalam sendiri, dayah Luhur Krueng Kalee sebagaimana dayah lain juga telah mencetak kader-kader pemimpin umat baik yang formal maupun informal dalam masyarakat.

Tgk Haji Hasan Krueng Kalee melaui dayahnya tidak pernah berpangku tangan dalam meneruskan dan melaksanakan fungsinya kapan dan dimana saja. Hal itu terbukti dimana dayah beliau tersebut telah banyak mencetak ulama-ulama yang mengabdi dietngah-tengah masyarakat, dengan keikutsertaan dayah Luhur Krueng Kalee beserta ulamanya dalam membina pendidikan agama Islam dikalangan masyarakat. Maka sebagian besar penduduk kecamatan Darussalam telah memperoleh pendidikan terutama bagi generasi muda.

Semasa hidupnya Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, telah membina kader-kader ulama melalui jalur jalur pendidikan dayah, dan juga dalam jalur organisasi yang dipimpinnya. Diantaranya beliau termasuk juga tokoh yang mengembangkan organisasi P.I. Perti (Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah), danmengembangkan tareqatnya yang bernama “Tarekat Said Abdullah Al-Hadad r.a.” yang menurut keterngan Al-Ustaz Muhammad Asyik Mu’in bahwa ratib Al-Hadad yang dikembangkan oleh almarhum Tgk H.Hasan Krueng Kalee adalah melulu mengucapakan laa ilaha illa Allah yang meliputi istighfar, tahlil dan tahmid. Selain itu, dimasa perjuangan Tgk H.Hasan Krueng Kalee dapat dikatagorikan sebagai perintis kemerdekaan, karena beliau merupakan salah seorang pemimpin dari barisan Mujahidin di daerah Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Kemudian beliau terpilih menjadi anggota konstituante Republik Indonesia dari partai islam Perti.

Kiprah Tgk H.Hasan Krueng Kalee baik dalam bidang pendidikan maupun politik sangat besar artinya bagi kemajuan Aceh. Beliau memikirkan kemajuan Aceh hingga akhir hayat, dan meninggal pada tanggal 19 Januari 1973 dengan meninggalkan tiga orang istri, yaitu Teungku Nyak Safiah di Krungkale, Teungku Nyak Aisyah di Krungkale, dan Teungku Nyak Awan di Lamseuneung. Dari tiga istri ini beliau memperoleh tiga belas orang anak 8 pria dan 5 wanita.

Beliau disamping aktif mempelopori pendidikan Islam di Aceh melalui jalur dayah, juga pernah memegang peranan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, dalam rangka mempertahankan Indonesia merdeka melawan Belanda dengan seruan jihad fi sabilillah. Dengan demikian ulama seperti Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, mempunyai peranan penting dalam memperjuangkan dan mengisi kemerdekaan. Menurut Prof. Dr. Hamka menilai bahwa dengan adanya ulama dapat merintis melangkah lebih maju, dalam mengisi kemerdekaan, yang maksudnya untuk saling mendekati. Dengan ini terbukti niat bersama untuk membangun Negara, rohani dan materi. Pemerintah dan ulama saling membutuhkan. Dengan beberapa catatan diatas, maka Tgk H.Hasan Kruengkalee dapat di katagorikan sebagai ulama besar di Aceh sepanjang masa, karena beliau sejak usia muda sudah merintis pendidikan Islam di Aceh dengan memimpin sebuah lembaga pendidikan islam terbesar dan termashur di Aceh hingga beliau berpulang ke rahmatullah. Disamping posisi beliau sebagai seorang ulama besar di Aceh, saat itu beliau juga dikenal sebagai ulama di Mekkah dengan gelar Syaikh Hasan Al-Falaqy(berdasarkan pengakuan murid-murid beliau yang masih hidup). Beliau tidak hanya menguasai ilmu agama, akan tetapi beliau juga terampil dengan khazanah keilmuan yang lain seperti ilmu falak, sejarah Islam dan sebagainya. Selama di Mekkah, beliau juga mempelajari ilmu tabib(kedokteran), ilmu handasah(arsitektur). Menurut Prof A. Hasjmy, Tgk.H.Hasan Kruengkalee sangat eksis mengadakan pengajian, sebagai juru dakwah, pemberantas bid’ah dan khurafat dan sebagainya. Itulah sepintas sosok beliau yang pada tahun lalu Majlis Pendidikan Daerah(MPD) Aceh memberikan beliau gelar sebagai tokoh pendidikan Aceh saat acara peringatan Hari Pendidikan Daerah (HARDIKDA).


KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa:

1. Tgk.H.Hasan Krueng Kalee merupakan seorang ulama besar di Aceh

2. Tgk.H.Hasan Krueng Kalee sangat aktif membina masyarakat Aceh untuk mengenal lebih jauh tentang agama Islam, baik dalam bidang akidah, akhlak dan berbagai ilmu agama dan pengetahuan lainnya.

3. Tgk.H.Hasan Krueng Kalee melalui dayah Krueng Kalee telah mendidik banyak kader ulama yang tersebar di seantaro Aceh.
4. Tgk.H.Hasan Krueng Kalee merupakan pelopor pendidikan Islam di Aceh.

5. Tgk.H.Hasan Krueng Kalee memperoleh gelar sebagai tokoh pendidikan Aceh yang diberikan oleh Majlis Pendidikan Daerah(MPD) Aceh.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Daud Sulaiman, Al-imam Hafid, Sunan Abi Daud, Juz. II, Cet. I. (Mesir: Syirkah Maktabah wa mathba’ah Isa- baby Al- Halaby), 1952.

Fauziah Ibrahim, Tgk H.Hasan Krueng Kalee Sebagai Tokoh Pendidikan Islam di Aceh, Skripsi, 1986.

Hasjmy, Prof. A, Peranan Islam dalam perang Aceh dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang), 1976.

Hasballah Saleh, Teungku, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee,
santunan, No. 19, Mei 1978.

Hamka (H. Abd.MalikKarim Amrullah), Ulama dan Pembangunan, cet. II, Cemara Indah, Jakarta, 1976

Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh
Abad 20, (Jakarta: Gema Insani), 2006.
Ibrahim Husen, persepsi Kalangan Dayah Terhadap Pendidikan Tinggi di Aceh, (Sinar Darussalam, No. 146), Maret/April 1985.

Muhammad Said, Atjeh Sepanjang Abad, Jilid I, 1961, hal. 111.
Shabri A, dkk, Biografi Ulama-Ulama Aceh Abad XX, (Banda Aceh: Dinas Pendidikan Prop.NAD, 2007.

Sumber lain:

- Sebagian besar referensi atau data-data dalam penulisan
makalah ini penulis peroleh dari hasil wawancara Fauziah Ibrahim dengan keluarga Tgk H.Hasan Krueng Kalee, dan juga wawancara penulis sendiri saat penulis mengajar di Dayah Darul Ihsan Tgk.H.Hasan Kruengkalee untuk keperluan arsip yayasan Darul Ihsan. Sebagian data ini juga penulis peroleh dari tokoh-tokoh ulama dan tokoh masyarakat yang pernah menimba ilmu sama beliau, seperti: Abu Idris Lamnyong, Tgk.H.Daud Zamzami(Wakil Ketua Majlis Permusyawaratan Ulama/MPU Aceh), Tgk H.Yusuf Matangkuli(Abu Ceubrek), serta dari berbagai sumber pustaka lainnya.

-Berita Serambi Indonesia, Senin, 7 Mai 2007.
- Berita MPD Aceh

- Risalah Verslag Pertemoean Oelama-oelama (Banda Aceh: Jami’ah AI slahiah Sungai Limpah, 1937).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar