WAZHIFAH
ABUYA
HARI AHAD
Setelah fajar terbit,Abuya sudah berada didalam Mushallanya yang terletak dalam Baitul Taklif untuk mempersiapkan diri menghadapi Shalat Shubuh .Setelah masuk waktu beliau melaksanakan Shalat berjama`ah dengan murid –murid laki-laki dan perempuan yang memang sudah menunggu sebelumnya .
Seusai Shalat Shubuh dan Wirid yang biasanya dilakukan dan do`anya,jama`a h yang mengikuti Abuya meninggalkan mushalla menuju kepada kegiatannya masing-masing .Sedangkan Abuya masih tetap duduk di mushallanya menghadap kiblat.
- Wirid Abuya
Disinilah Abuya mulai berwirid khusus yang mengandung do`a dan munajat,tasbih,dan taqdis,tahmid,tahlil,dan takbir.selain itu dirangkai pula dengan bermacam –macam bentuk bacaan Shalawat kepada Baginda Rasulullah SAW.Dalam wirid ini juga, Abuya merangkaikan pula dengan berbagai Hizbul Auliya,antara lain Hizbun nashar,Hizbul bahar(Asy Syazili)Hizbun Nawawy,Hizbul Ustad al ustad Al Bayyuni,Al Jaljalud dan Hizbun lainnya .
Abuya mengucap zikir,doa ,dan munujat ini dengan suara sirriyah dan jahriyah yang memilukan hati bagi parang mukmin yang mendengarkanya.abuya mengucapkan semua zikir ini diikuti oleh seluruh anggota tubuhnya ikut bergerak seirama dengan suaranya dan sesuai dengan makna dan maksud munajat yang diucapkan,yang menyangkut dengan kasih sayang serta rahmat Allah dan yang menyangkut dengan amarah serta siksa Allah kepada orang kafir dan maksiat kepadaNYa .Menurut kebiasaan yang kami perhatikan,setiap harinya Abuya mengakhiri wiridnya dengan doa pada jam 10.00 siang .
- BUSTANUL MUHAQQIQIN
Setelah selesai berwirid Abuya mempersiapkan diri dengan sarapan pagi dan mengenakan pakaian sebagai guru besar untuk menuju ruangan Bustan (ruangan Abuya mengajar)yang diiringi oleh beberapa orang khadam.Sesampai Abuya di pintu ruangan,semua murid yang telah menungggu di ruangan berdiri pada tempatnya masing –masing sehingga Abuya duduk diatas kursinya.lalu satu demi satu murid menjabat tangan Abuya dan kembali ketempatnya .Perlu diketahui bahwa kitab – kitab pelajaran yang akan diajarkan sudah tersedia diatas meja Abuya,yang terdiri dari;
1. Kitab Tuhfatul muhtaj (Al Fiqh)
2. Kitab Jam`ul jawami`( ushul Fiqh)
3. Kitab Syuruh Talkhis(Al Ma`ani)
4. Kitab Asy Syamsiyah (Mantiq)
5. Kitab Hikam Ibn `Athaillah (At Tauhid Wat Tashwwuf)
Dengan penuh khidmat Abuya mulai mengajar dengan bertanya halaman kitab yang bakal Abuya ajarkan dan kalimat di mulai bacaanya .
(Ruangan Bustan berukuran ± 8×9 m,di dalam nya paling depan terletak sebuah meja besar(1,5x1 m)dan kursi pusing khusus untuk Abuya,dan didepan meja Abuya terletak beberapa meja kecil dan kursi yang tersedia untuk murid- murid.)
- Abuya mulai mengajar
Abuya mengajar dengan 2 metode;
1. Abuya membaca dan menjelaskan seperlunya,kemudian Abuya meminta kepada murid – muridnya untuk mempersoalkan (i`tiradh) atas masalah yang sedang dibicarakan.
2. Murid yang membacakan serta menjelaskan,kemudian diminta kepada murid–murid yang lain untuk mengi`tiradhkannya atas masalah yang sedang dibacakannya itu termasuk Abuya sendiri.
Akhir i`tiradh semua masalah tersebut,Abuya sendiri yang mengatakan cukup .Cara Abuya mengajar demikian,khusus pada kitab Tuhfatul Muhtaj,sedangkan kitab- kitab yang lain Abuya baca sendiri dan memberi penjelasan yang cukup.
Demikianlah majlis ta`lim yang dipimpin Abuya mulai jam 10.00
-1.00
siang.Bustan ditutup Abuya diantarkan kembali ke Baitul
Ta`lif
untuk melaksanakan Shalat Dhuhur berjama`ah.
- Abuya Istirahat
Seusai Shalat Dhuhur Abuya makan siang pada hidangan yang telah disediakan dii Baitul Ta`lif,Abuya kemudian berbaring dalam keadaan santai.pada saat istirahat inilah saya (Tgk.Syihabuddin keumala,lebih terkenal dengan Abu Keumala)dan Tgk Abdul Aziz Samalanga (pimpinan Dayah MUDI MESRA Samalanga )mengambil kesempatan untuk memohon keterangan dan penjelasan tentang masalah yang musykil kami rasakan,seraya kami menunjukkan kepada Abuya Kitab Al Mahalli,lalu Abuya memberikan penjelasan yang cukup dan memuaskan.pada saat kami melihat Abuya dalam keadaan ayung –ayungan kami memohon diri untuk menuju kebilik kami sendiri dan Abuya tidur.
Menjelang waktu Shalat Ashar Abuya bangun dari istirahatnya mengasuh diri untuk melaksanakan Shalat Ashar di Baitul Ta`lif.Usai Shalat Ashar serta wirid dan doanya ,Abuya keluar ke Raudhah Riyahin,sebuah kebun bunga yang terletak tidak jauh dari Baitut Ta`lif,sebelah selatan dari menara dan menara ini berdiri di sebelah selatan Abu Syik Salim (Ayah Abuya sendiri).
Raudhah yang dimaksud 3x4 m persegi yang ditanami sekelilingnya bunga –bunga laping ,para tamu yang ingin bertemu dengan Abuya dapat langsung menemui beliau di Raudhah ini (waktu bertamu siang hari).beberapa saat kemudian Abuya bangun untuk meninjau Darun yangditentukan seraya diringi oleh beberapa orang khadam,panglima dan tamu-tamu .Dalam peninjauan ini Abuya memberikan petunjuk kepada penghuni Darun yang beliau tinjau tentang ketertiban,kebersihan ,keamanan dan perbaikan lainnya .Akhirnya Abuya dan pengikutnya kembali ke Raudhah .seterusnya di Raudhah ini Abuya mengajar kitab kitab kecil kepada murid murid kelas satu atau kelas dua untuk mendapatkan barakah melalui Abuya,sambil menantikan waktu Shalat MAghrib beliau berdialog dengan para tamu tentang masalah – masalah agama.
SHALAT MAGHRIB (MALAM SENIN)
Seusai shalat maghrib berjamah beserta doanya, jamaah kembali ke tempatnya masing masing dan Abuya meneruskan wiridnya sebagaimana biasanya sampai waktu shalat isya,dan seterusnya selesai Shalat isya Abuya duduk di Baitut Ta`lif yang biasanya sudah ada jamaah tamu yang dekat maupun yang jauh untuk menanyakan masalah –masalah agama,terutama sekali mengenai amal Thariqah,yang demikian itu berakhir sampai jam 12.00 WIB malam .selanjutnya meninggalkan Baitut Ta`lif menuju ke rumah ummi yang telah ditentukan bahagiannya.Demikianlah Wazifah Abuya sampai kepada waktu Shalat Shubuh hari senin (Wazifah Abuya 1x24 jam ).
HARI SENIN
Wazifah Abuya dimulai dengan Shalat Shubuh berjamaah kemudian berwirid sampai jam 09,00.selanjutnya beliau mengasuh ,kemudian Abuya bersiap siap untuk menuju ruangan Bustanul Muhaqqiqin.Abuya mengajar sebagaimana biasa sampai dengan jam 01.00 siang .kemudian beliau kembali ke Baitut Ta`lif untuk melaksanakan Shalat Dhuhur berjamaah .pada saat inilah Abuya mengasuh dan istirahat sampai masuk waktu Shalat Ashar.setelah selesai upacara Shalat Ashar beliau meninjau Darun sebagaimana biasa bila dianggap perlu dan berakhir di arudhah ,disinilah abuya istirahat denag menjawab pertanyaan yang diajukan kepada beliau,dibarengi soal jawab tentang agama dan mengajar anak –anak yang sebelumnya telah menunggu Abuya .Keadaan demikian berlalu sampai menjelang shalat Maghrib.
SHALAT MAGHRIB (MALAM SELASA )
Selesai Shalat maghrib dan wirid- wiridnya, Abuya istirahat beberapa saat selanjutnya beliau memberi ijazah Thariqah Naqsyabandi kepada murid laki-laki baik yang tinggal di Darus Salam maupun yang datang dari luar Darus Salam ,hal ini berjalan sampai waktu Shalat isya.seusai Shalat isya Abuya langsung memberikan ceramah yang menyangkut soal Thariqah dan tawajjuh serta dikaitkan dengan amalan suluk.Ada juga yang memberikan cermah dari khalifah –khalifah yang telah abuya tentukan termasuk penulis sendiri (Abu Keumala).selama acara ini juga diadakan soal jawab yangmenyangkut dengan soal Thariqah dan lain lain ,yang demikian berlalu sekurang kurangnya sampai jam 12.00 malam,dan selanjutnya Abuya meninggalkan majlis menuju kerumah ummi yang telah ditetapkan untuk beristirahat sampai menjelang waktu Shalat Shubuh.
SHALAT SHUBUH (HARI SELASA )
Wafizah Abuya pada pagi hari selasa sampai menjelang waktu maghrib berjalan sebagaimana wazifah pada hari senin meskipun disana sini terdapat perbedaan yang tidak diperhitungkan .
SHALAT MAGHRIB(MALAM RABU)
Wazifah Abuya pada malam rabu juga tidak berbeda dengan wazifah dengan wazifah Abuya pada malam selasa kecuali pada pemberian ijazah Thariqah kepada murid-murid perempuan,baik yang tinggal di Darussalam maupun yang diluar.Selesai acara tersebut Abuya meninggalkan ruangan menuju ke rumah ummi yang telah ditentukan untuk beristirahat.
SHALAT SHUBUH(HARI RABU )
Wafizah Abuya pada pagi hari rabu sejak pagi hari sampai menjelang shubuh hari kamis bersamaan dengan wazifah hari selasa kecuali pemberian ijazah yang dikhususkan pada malam selasa dan malam rabu.
SHALAT SHUBUH (HARI KAMIS)
Wazifah Abuya pada hari kamis sejak selesai shalat shubuh sampai selesai mengajar di Bustanul Muhaqqiqin dan Shalat Shubuh berjamaah sama gengan wazifah Abuya sebelumnya.Selesai Shalat Dhuhur Beliau istirahat dan bersiap-siap meninggalkan Darus Salam untuk menuju Kampung pauh ,Labuhan Haji,tempat letaknya rumah kediaman Ummi Pauh (ibunda Tgk.Imran Waly).Keberangkatan Abuya ini dari Darussalam menuju Kampung Pauh diantarkan oleh beberapa orang pengasuh dan panglima.Kiranya perlu diketahui jarak antara Darussalam dengan Kampung Pauh ±3km.Abuya tiba di Kampung Pauh menjelang Shalat `Ashar dan beliau Shalat `Ashar berjama`ah.
SHALAT `ASHAR(HARI KAMIS)
Seusai Shalat `Ashar biasanya Abuya memberi ceramah kepada murid-muridnya yang telah hadir menungguu Abuy sebelumnya.Ceramah dan petunjuk-petunjuk ini beliau sampaikan sampai menjelang Shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB (MALAM JUM`AT)
Setelah Shalat maghrib dan wirid seperlunya Abuy aistirahat sampai menjelang Shalat isya.Selanjutnya seusai Shalat isya Abuy memberikan penjelsan tentang ilmu Thariqah dan memberikan jawaban kepadmurid-murid yang bertanya.Wakatu soal –jawab ini berjalan penuh khidmat dan merasa kepuasan semua pihak,sehingga berakhir pada jam 11.00 atau lebih.Selanjutnya Abuya istirahat .
SHALAT SHUBUH(HARI JUM`AT)
Sebagaimana biasanya Abuya melaksanakan Shalat Shubuh dan wirid-wiridnya,berakhir sampai dengan jam 10.00 siang.Lalu Abuya mengasuh diri danbersiap siap untuk menghadiri upacara Shalat Jum`at di Masjid Kampung Pauh.Setibanay Abuya dan rombongan di masjid Kampung Pauh.Setibanya Abuya bersama rombongan di masjid dan muazzinmulai azan pertama.Setelah azan dan jamaah melaksanakan dua rakaat Shalat sunat qabliyah.
ABUYA BERKHUTBAH
Setelah Abuya naika mimbar dan memberi salam lalu beliau duduk ,kemudian azan kedua dimulai dan setelah azan kedua selesai Abuya bangun menyampaijan khutbahnya
Kaifiat khutbahnya ;Mula-mula Abuya menyampaikan serangkaian nasehat dan petunjuk agama pada masalah yang dihadapi oleh masyaradat muslimindengan bahasa Indonesia.Kemudian baru Abuya memulaimembaca khutbah yang pertama dalam bahasa arab penuh,tanpa campuran dengan bahasa Indonesia.Lalu Abuya duduk antara dua khutbah dan selanjutnya beliau bangun untuk membaca khutbah yang kedua hingga selesai .
SHALAT JUM`AT
Abuya mengumami shalat jum`at sebagaiman yang ma`ruf dilakukan oleh kaum Ahlus sunnah Wal Jama`ah .Selesai Shalat jum`at ,Abuya dan rombongan kembali ke rumah kediamannya di Kampung Pauh dan makan siang.Kami rasa perluu dicatat kaifiat Abuya makan.Setelah selesai hidanganmakanan dihidangkan,penulis melihat piring makanan yang disediakan dihadapan Abuya lebih besar dari pada piring makanan yang lain dan daitas mkanan itu telah dibubuhi lauk pauknya.Lalu para hadirin dipersilahkan untuk memulainya.penulis memperhatikan dengan sungguh-sungguh kaifiyat Abuy makan .Ia memulai dengan Basmalah lalu memegang makanan yang tersediai dihadapannya,sesuap Abuya memulai makan,berceritalah ia tentang keramat para Shahabat dan rahmat tuhan kepad para aulia –auliaNya sambil beliau menyuapkan makanan ke mulutnya dengan suapan kecil.Demikianlah santapan makanan berjalan,jam`ah mendengarkan cerita Abuya sambil menyuapkan makanan seperluanya.Sedang Abuya asyik bercerita dan tidak pernahmenghadap ke piring makanan yang ada dihadapannya,seakan akan kita melihat makanan yang ia makan itu bukan untuk kenyang akan tetapai sekedar hilang lapar saja.pada saat Abuya meliahat jama`ah sekelilingnya sudah merasa puas dengan makanan dihapannya lalu Abuya membasuh tanganny adan diikuti oleh para jama`ah sekaligus cerita Abuya di akhiri.Selanjutnya penulis memperhatikan makanan yang masih banyak tersisa dihadapan Abuya diangkat dan seterusnya panitia membagi-bagikan sebagia mengambil berkah dari makanan tersebut.Demikianlah penulis memperhatiak kaifiat makn Abuya,bukan saja pada tempat ini tetapai juga pada tempat yang laian juga demikian,bukan satu kali tetapi puluhan kali selama penulis mengikuti rombongan Abuya.Maka dapat dikatakan bahwa rohaniyah Abuya sudah cukup kenyang,oleh karena itu kenyang jasmaninya tidak diperhitungkan,sehingga dapat kita lihat Abuya tidak begitu serius menghadapi makanan.Setelah upacara makan bersama berakhir,abuya beristirahat dan para jama`ah bubar munuju ketempatnya masing – masing.
SHALAT `ASHAR(HARI JUM`AT)
Setelah Shalat `Ashar berjam`ah dilaksanakanserta wirid-wird dan doanya,Abuya duduk istirahat bersama jam`ah seraya memberikan ceramah ringan.Dalam kempatan ini pula Abuya meneriam tamu-tamunya yang berkunjung untuk menemuinya.acara ini sampai menjelang waktu shalat maghrib.
SHALAT MAGHRIB (MALAM SABTU)
Seusai Shalat maghrib dan doanya,Abuya istirahat sampai waktu shalat isya.Selanjutnya wazifah Abuya setelah shalat Isya sampai jam istirahat hampir bersamaan dengan wazifahnya pada malam jum`at.
SHALAT SHUBUH (HARI SABTU)
Seusai Shalat Shubuh berjama`ah bersamaan dengan wirid dan doanya ,jamaah meninggalkan mushalla. Abuya melanjutkan wiridnya sebagaimana biasanya sampai ± jam 10.00 siang.Disinilah Abuya istirahat dan mengasuh untuk mengisikan waktu selanjutnya,kemudian Abuya bersama pengikut menuju kesebuah Madrasah Tarbiyah yang terletak di kedai Labuahan Haji yang jauhnya ±1/2km,untuk memberi ceramah tauhid khusus dalam bidang naïf dan istbat ,yang mana sebelumnya telah berkumpul murid-murid yang dekat maupun yang jauh untuk mengikuti ceramah tersebut.Lalu Abuya memulai kuliahnya dengan membaca sebaris dua kitab yang menyangkut dengan masalah tauhid yang akan dibahaskan.Majlis ini dibebaskan soal jawab dan masing masing para hadirin juga dibenarkan mengeluarkan pendapatnya,sehingga sewaktu-waktu majlis ta`lim ini menjadi forum diskusi yang hangat.Majlis ini berlalu sampai jam 01.00 siang.Setelah majlis ini ditutup dengan doa,Abuya dan pengikutnya menuju ke Masjid Kampung pauh untuk melaksanakan Shalat Dhuhur berjamaah dan seusai Shalat Dhuhur beserta wiridnya abuya menuju kerumah kediamannya kembali untuk makan siang bersama.Selanjutnya Abuya bersiap siap untuk kembali ke Darussalam.Dan Abuya berangkat bersama pengikutnya menuju Darussalam,Abuya tiba diDarussalam menjelang ashar.
SHALAT `ASHAR (HARI SABTU)
Seuasai Shalat `ashar bersama dengan wirid-wiridnya, Abuya memasuki rumah ummi yang telah ditentukan untuk beristirahat sampai menjelang Shalat maghrib.Kemudian selanjutnya setelah shalat maghrib Abuya berwirid,biasanya sampai waktu shalat isya.
SHALAT ISYA
Setelah Shalat isya beserta wiridnya,disinilah Abuya menerima tamu-tamunya yang datang dari yang jauh maupun yang dekat,yang telah menunggu Abuya selama dua malam sebelumnya (selama Abuya di Kampung Pauh ).Acara ramah tamah ini diisikan dengan bermacam-macam persoalan agama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tamu yang hadir.Acara ini berlalau biasanya sampai jam 11.00 malam,dan Abuya beristirahat di rumah kediaman ummi yang telah ditentukan sampai menjelang waktu shubuh.
Demikianlah sebagian wazifah Abuya yang dapat saya (Tgk.Keumala)ikuti untuk waktu 7x24 jam,sedangkan wazifah yang lathifah lainnya tidakmungkin diliputi oleh sebuah pena yang amat kecil dan tintanya yang amat terbatas pula.Wazifah yang mulia sudah menjadi suatu tabiat yang melekat pada pribadi Abuya.Buktinya saya telah melihat sendiri keadaan yang demikian selama bertahun-tahun. Untuk kebenaran catatan wazifah Abuyaini, ratusan murid Darussalam dan ribuan manusia yang telah mengenal Abuya secara dekat,telah menyaksikannya sendiri secara musyahadah.Perlu diketahui bahwa wazifah Abuya ini kadangkala terjadi pergeseran pelaksanaannya justru mengingat waktu dan tempat,situasi dan kondisi.atas semua kekurangan liputan saya ini, Allah menyediakan ampunanNya kepada Tgk.Keumala.InnAllaha Ghafurur Rahim
Kejadian –kejadian yang dapat menunjuki kelebihan Abuya
1. Penyusunan struktur organisasi Darussalam
Pada satu waktu sekitar awal tahun 1953 Abuya memanggil tokoh –tokoh masyarakat yang mendukung Darussalam baik yang dekat ataupun yang jauh dan para guru guru yang ada di Darussalam beserta murid murid Bustan untuk menghadiri sebuah majlis yang diadakan di ruangan Bustanul muhaqqiqin.Setelah para hadirin lengkap hadir seluruhnya lalu Abuya membuka majlis dengan ummul Qur an, dan Abuya menamakan majlis ini dengan السلامة والنجاح سفينة ‘’ sehingga saya menamakan satu pengajian di Medan dan sekitarnya dengan nama Safinatus Salamah.Setelah Abuya menyampaikan maksud dan tujuan majlis ini dengan cara rinci,lalu Abuya menyerahkan kepada para hadirin untuk dapat menyusun struktur organissi Darussalam.Seterusnya Abuya meninggalkan majlis dan majlis mulai menyusun dan menetapkan struktur organisasi yang terdiri dari :
a. Pimpinan tertinggi Darussalam :Abuya Syekh H.Muhammad Waly Al-khalidy
b. Wakil pimpinan Darussalam :Tgk.Muhd.Yusuf.Alami
c. Sekretaris Darussalam :Tgk.Idrus Abd.Ghani
d. Ketua Dep.Keamanan :Tgk.Abdullah Tanoh mirah
e. Ketua Dep.P.U :Tgk.Basyah Lhong.
Pengamat Darussalam yang terdiri dari beberapa tokoh masyarakat ,antara lain :
1. Tgk.Nyak Diwan
2. T.Ramli Akasyah (Widana )
3. Tgk.Andan Bakongan
4. T.Usman (Camat)
Dan didukung pula oleh beberapa orang tokoh lainya.Sedangkan Depertemen lain dismpurnakan kemudian .Setelah struktur organisasi dibentuk dan ditetapkan lalu Abuya kembali masuk ke ruangan majlis untuk mengesahkan keputusan majlis tersebut.Usaha ini semua bertujuan untuk mengangkat keberadaan Darussalam ditengah tengah masyarakat kaum muslimin.
KUNJUNGAN GUBERNUR
Sekitar tahun 1954 Gubernur Sumatera utara (Medan) Mr.S.M.Amin,Residen Aceh Abd.Razak dan pembesar –pembesar daerah dengan dideking oleh sebuah kompi Brimob mengunjungi Darussalam.Setibanya Gubernur dan rombongan di pintu gerbang Darussalam,kami dan rakyat sekitar telah siap menunggu kedatangan rombongan Gubernur dengan uoacara sambutan ala Darussalam.Seterusnya kami persilahkan Gubernur dan rombongan untuk mengambi tempat dikursi yang telah kami sediakan ,sedangkan diantara gubernur dan residen tersedia kursi yang masih kosong,kemudian saya (Tgk.Keumala) menjemput Abuya untuk menghadiri majlis.Setibanya Abuya dipintu ruangan,Saya berseru :’’Dengan hormat,para undangan mohon berdiri…..!Abuya masuk ruangan. Setelah Abuya menyalami Gubernur dan residen ,…..’’Para undangan mohon duduk kembali ‘’!.Seterusnya majlis dibuka oeh nya` Diwan.bapak gubernur dipersilahkan :!......
Inti sari pidato gubernur:
‘’Pemerintah sangat bersedih hati dan prihati atas meletusnya peristiwa DI/TII di Aceh ini,yang telah banyak menelan korban,baik harta benda dan nyawa maupun sarana dan prasarana lainnya.Oleh karena itu marilah kita bersama-sama bahu membahu berusaha untuk menciptakan keamanan dan kedamaian,sehingga kita dapat melaksanakan tugas sehari-hari yang menyangkut dengan agama dan Negara.Seterusnya atas nama pemerintah, gubernur menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada Abuya yang telah memberikan sumbangsih yang sebesar-besarnya kepada terciptanya kembali keamanan di Aceh khususnya dan didaerah lainnya umumnya diIndonesia’’ ………………..Demikian Gubernur
Abuya dipersilahkan ‘’…….
Inti sari dari kata sambutan Abuya:
‘’Peristiwa Aceh yang dahsyat itu berasal dari salah penafsiran Nash Al-Qur an dan Hadis oleh para ulama –ulama yang telah mendukung peristiwa tersebut,oleh karenanya ,andaikata para ulama ulama itu dapat didatangkan atau datang ke Darussalam ini,InsyaAllah saya akan dapat memberikan penafsiran yang benar tentang hukum peristiwa yang sedang bergejolak.Demikian Abuya .seterusnya para hadirin beristirahat sambil minum the, lalu saya mendekati Gubernur memohon kepadanya atas nama Abuya dan murid Darussalam supaya didirikan sebuah kantor pos pembantu di Labuhan Haji ,demi kemudahan kami tentang urusan pos.Gubernur menjawab ‘’ya, saya terima dan saya laksanakan’’ .itulah kantor pos Labuhan haji .Akhirnya gubernur dan rombongan meningglakan Darussalam .
UNDANGAN PRESIDEN
Tidak lama setelah gubernur mengunjungi Darussalam ,Abuya diundang oleh presiden RI Sukarno ke Jakarta .kami rasa undangan ini sangat rapat hubungannya dengan isi kunjungan gubernur ke Darussalam. Rupanya undangan ini bukan saja kepada Abuya tetapi undangan yang sama juga ditujukan kepada tokoh –tokoh ulama yang didaerah masing masimg ada peristiwa yang sama.sekalipun tidak serupa .Diantara tokoh tokoh ulama Aceh yang diundang antara lain Abuya sendiri ,Abu Hasan Krueng kale dan beberapa oarng pengikutnya .Berangkatlah mereka melalui bandara Polonia ,Medan yang mana saya sendiri (tgk.Keumala )ikut mengantarkan mereka ke bandara .Setibanya di Jakarta Abuya menemui puluhan tokoh tokoh ulama daerah yang diundang antara lain dari padang ,jawa barat ,Maluku dan lain lain .Setelah berkumpul ulama ulama di istana Negara ,lalu presiden menyatakan selamat datang dan menyampaikan maksud tujuan undangannya ,presiden berkata ‘’saya meminta kepada para ulama yang hadir untuk merumuskan nama dan keberadaan saya sebagai presiden RI. Lalu para ulama merumuskan dan sepakat atas usulan Abuya dengan nama ‘’ أولى الأمرضرورى بالشوكة ‘’.Setelah memutuskan nama ynag disepakati ,lalu Abuya sebagai ketua majlis melaporkan kepada presiden dan presiden menyucapkan terimakasih .Akhirnya para ulam meninggalkan istan menuju daerahnya masing-masing. Dan kepada Abuya khususnya ,Presiden menghadiahkan stu unit mesin listrik bertenaga tinggi, mesin itu dimuatkan melalui Medan melalui gubernur Sumatera Utara kedalam sebuah kapal laut. Abuya ,bupati Aceh selatan (Kamarusyid) dan saya sendiri ikut bersama-sama melalui laut menuju Aceh.Inilah satu-satunya mesin listrik di daerah Labuhan Haji.
PENGAKUAN ULAMA
Tgk.Muhammad Ali Cumat Keumala meriwayatkan sebagai berikut:
‘’Pada akhir tahun 1950 diadakan sebuah forum perdebatan besra di Mesjid Raya Kuta Raja (Banda Aceh ) yang diadakan oleh panitia majlis ,ulama –ulama yang hadir dalam forum tersebut terdiri dari kaum ulama tua disatu pihak dan ulama muda dipihak yang lain. Sedangkan masalah ynag dperdebatkan terdiri dari 9 masalah termasuk bilangan rakaat Shalat Tharawih .Dipihak ulama kaum muda muncullah Tgk.Hasbiy Ash Shiddiqiy untuk mengemukakan satu demi satu masalah yang diperdebatkan, lalu ulama kaum tua dipersilahkan untuk menanggapinya .Demikian seterusnya perdebatan itu berlalu diantara mereka selama beberapa malam .Dalam pada itu, hujjah kaum tua mulai melemah sekalipun prinsipnya masih kuat .Akhirnya muncullah Abuya untuk menggapi keseluruhan masalah yang diperdebatkan dengan memberi dalil dan nash ynag cukup pada setiap permasalahannya, dan Abuya menerangkan asal usul perselisihan seraya beliau menunjuki orang-orang yang mendalangi timbulnya perselisihan.ألحمد لله
Kemudian Tgk.Hasbi Ash Shiddiqi memberikan komentarnya :
‘’Saya tidak berdepat dengan Tgk.H.Muh.Waly,akan tetapi saya ingin mengetahui apakah ia seorang yang alim dan bijaksana’’(Demikian riwayat Tgk.Muh.Ali Cumat)
Disamping itu perlu dicatat bahwa ulama yang hadir merasa kagum dan mengakui akan kealiman Abuya meskipun tidak diucapkan ,kecuali Abu Hasan Krueng Kalee yang mengucapkan langsung bahwa Tgk.H.Muda Wali sangat alim.(tambahan Tgk.Muh .Ali .Cumat)
KUNJUNGAN ULAMA INDIA
Salah seorang Ulama besar india berkebangsaan Pakistan mengunjungi Darussalam sekitar awal tahun 1953. Setibanya ulama ini di Darussalam, keesokan harinya ikut bersama kami ke ruangan Bustanul Muhaqqiqin untuk menerima pelajaran yang akan diberikan Abuya melalui kitab Tuhfatul muhtaj….Abuya masuk ruangan ..pelajaran dimulai dengan Abuya sendiri membaca kitab .kami memperhatikan surah kitab yang dikemukakan Abuya pada hari itu sangat tinggi, dengan cara mengkombinasikan hasil pendapat Ibnu Hajar dalam surah Tuhfah dengan pendapat Muhammad Syarwany dalam hasyiah pertama Tuhfah dan duhubungkan pula dengan pendapat Ibnu Qasem pada Hasyiah Tuhfah yang kedua. Kemudian Abuya dapat mentaqrirkan dan mengeluarkan pendapatnya sehingga merupakan sebuah bentuk Hasyiah yang lain dan langsung Abuya menulis dengan tangannya pada lembaran kosong kitab Tuhfah yang ada dihadapannya .Dan tiap-tiap akhir pendapatnya Abuya menulis إبن سالم إنتهى (Abuya sendiri).Saya memperhatikan dengan sungguh –sungguh sikap ulama ini yang duduk tidak jauh dari saya , bahwa ia sangat merasa kagum atas pembahasan yang diuraikan Abuya pada setiap masalah yang dibacakan. Pada akhir majlis Bustan ulama tersebut sempat memberikan kata pengakuaannya .dikatakan ‘’Saya telah mengelilingi Negara-negara Islam di Asia Tengah dan Asia Tenggara dari Pakistan ,Mesir, Makkah , Madinah ,Yordania , Malaysia, Indonesia tidak pernah saya dapati Kitab Tuhfah karangan Ibnu Hajar yang dijadikan sebagai mata pelajaran dii Universitas di Negara Negara tersebut ,kecuali di Darussalam ini. Dan saya belum pernah mendengar pembahasan kitab ini setinggi pembahasan yang saya peroleh di dalam Bustanul Muhaqqiqin ini. Syukran !
Akhirnya ulama India itu meninggalkan Darussalam .
KUNJUNGAN K.H.SIRAJUDDIN ABBAS
Seiring dengan kunjungan ulama India ,Darussalam dikunjungi pula oleh seorang ulama besar,pengarang ulung dan merupakan ketua Umum PERTI seluruh Indonesia dari Padang,K.H.Sirajuddin Abbas.Setibanya di Darussalam Abuya langsung menyambut K.H Siraj ini sebagaimana seorang abang menyambut adiknya yang tersayang .Demikian pula K.H. Siraj menghadapai Abuya laksana seorang adik menghadapai abang nya yang tercinta,sekalipun K.H Siraju jauh lebih tua usianya dari Abuya .Demikian pula tidak luput dari perhatian saya pada saat temu ramah dan muzakarah tentang agama yang seharusnya diterapkan dalam PERTI terlihat dalam suasana ringan dan santai.
Tiadak lama kemudian berkunjung pula seorang Ulama terkenal dari Padang yaitu Abuya Labai Sati .Kunjungan Abuya Labai Sati ke Darussalam ,Abuya sambut sebagaimana seroang murid yang disayanginya,dan abuya selalu menghormati nya dalm segala suasana.
Berselang beberapa tahun kemudian ,Abusyik Keumala sempat juga berkujng ke Darussalm untuk menemui Abuya dengan penuh khidmat dan dihormati Abuya sebagai guru besarnya .Selanjutnya Abusyik dalam sebuah pertemuan dengan Abuya menyodorkan Kitab Al Hikam yang memang sudah disediakan untuk dibaca Abuya sebagai mengambil berkat.Abuya membacakan kitab tersebut satu jumlah kalimat pada awalnya dan satu jumlah kalimat pada khatamnya dan Abuya berdoa .Setelah Abusyik meninggalkan Darussalam ,sampai dikampung Abusyik mengatakan kepada semua keluarganya yang berkumpul ;’’Waktu saya melihat Tkg.Syehk H.Muh.WAly seakan akan saya melihat sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam macam intan mutiara didalamnya ‘’Demikian ucapan Abusyik Keumala terhadap Abuya
.
SAYA MENGETAHUI TAPI TIDAK BERANI UNTUK BERTANYA
SAYA MENGETAHUI TAPI TIDAK BERANI UNTUK BERTANYA
Pada setiap tahun selama saya di Darussalam,saya melihat waktu selesai shalat idul fitri dan khutbahnya daiadakan sebuah acara ketangkasan pencak silat yang dilakaukan pasangan panglima panglima dan ditengah –tengah kumpulan massa penonto sudah disediaakana meja dan sebuah kursi untuk Abuya dan dihadapan terletak sebuah Kitab.Tidak jauh dari dari Abuya saya duduk untuk memeperhatiakn sikapp Abuya .Apabila suasana aksi pencak silat sudah memuncak dan makin seru serta perhatian penonton tertuju pada aksi pencak silat itu dan saya emusatkan perhatian terhadap Abuya ,ternyata Abuya بنفسه شغل ( bimbang dengan dirinya sendiri) dan bukan dengan aksi pencak silat itu.
MANDI ABUYA
Pada setiap pertengahan bulan Syawal Abuya turun mandi kesungai Krueng Baroe disekitar kampong Pante Gelima .sedangkan masyarakat tua muda ,laki laki ,dan perempuan sudah mengetahui ketentuan acara ini melalui informasi Tanya bertanya .Tepat waktu acara itu dilaksanakan pantai Krueng Baroe sudah penuh dengan masyarakat sejak dari jam 08.00 sampai Abuya masuk menghadairi acara tersebut.Sekitar jam 10.00 Abuya hadir ketempat acara .Abuya duduk atas kursi ditenda yang telah disediakan dan dihadapan ny asudah terletak sebuah kitab diatas meja.Acara dimulai dengan permainan pencak silat sepanjang pantai dengan penuh meriah yang disakasiakn ribuan masayrakat sekitar Labuahan Haji.Dan saya perhatikan Abuya sibuk membuka kitab dan membulak balik lembarannya.sedikitpun tidak tampak perhatiannya kepada keramaian masyarakat yang ada dihadapannya ,tetapi Abuya بنفسه شغل ,seterusnya acara makan dimulai dan mandi Abuya dilaksanakan ,sekaligus masyrakat yang hadir ikut mandi bersama ,dan berakhirlah acara ini sampai menjelang waktu azan Dhuhur.
CINCIN ABUYA
Pada jari manis tangan kanan Abuya terselip sebuah bentuk cincin suasa berbunga segi empat bujur.Cincin ini bukan saja saya yang melihatnya .akan tetapi saya yakin semua murid sudah pernah menyaksikannya.Pada suatu yang senggang saya ingi bertanya tentang hal cincin itu,tetapi tidak memungkinkan .Hal ini kecil pada hal luas pembasannya .
SAYA MENGETAHUI DAN BERANI SAYA BERTANYA
Pada tangan Abuya selalu kami melihat tersangkut buah tasbih yang tampaknya sebagai amal lazim baginya,sehingga tidak pernah ditinggal bahkan pada saat menghadap presiden kecuali pada waktu shalat ,mengajar, waktu makan ,waktu zikir khusus dan waktu mandi.Kami tidak pernah melihat Abuya memegang parang atau cangkul untuk membersihkan halaman rumahnya ,dan tidak pernah memegang martil atau gergaji untuk memperbaiki dinding rumahnya .Kami kira Abuya tidak memegang benda lain karena ia takut tertinggal buah tasbihnya .Pada suatu saat yang senggah sayay memberanikan diri untuk bertanya ;’’Abuya …..apakah hikmah kita selalu memegang buah tasbih ..?’’.Abuya menjawab dengan senyum manis ‘’Kalau kita memegang pena,teringat apa yang akan kita tuliskan ,kalau kita memegang pedang ,teringat apa yang akan kita pancungkan ,dan kalau kita memegang buah tasbih ,teringat zikir apa yang akan kita ucapkan.saya menjawab’’ Alhamdulillah”, jelas Abuya.
SAYA MENGETAHUI AKAN TETAPI KEPADA SIAPA SAYA BERTANYA
Sebagimana saya mengetahui di pantai laut sebelah selatan batasan Darussalm tertimbun batu kerikil putih yang hampir sama ukurannya sejak Abuya mendirikan Darussalm dan dengan batu itulah paya (rawa) Darussalam ditimbun oleh ribuan murid selama bertahun tahun,karena komplek Darussalam itu 25% daratan dan 75% lainnya rawa-rawa.Komplek Darussalam sudah tertimbun rata dan Abuya pun wafat .Lalu batu batu di pantai laut pun hilang semua .Pada tahun 1978 saya dan Tgk H.Sayyid Zain Badrun serta keluarga menziarahi Abuya keDarussalam.Langsung kami datang kepinggir pantai dengan ta`ajjub (heran ) bercampur haru.Dahulunya pantai batu ,kini i berganti menjadi kuala.Sekarang kepada siapa saya bertanya …………………?
ألله أكبر لاحولا ولاقوة إلا بالله علي الغظيم ...…....
KHATIMAH
Wazifah Abuya yang mulia ini saya orbitkan kehadapan saudara saudara sekalian ,bukanlah keterangan catatan dari orang lian akan tetapi merupkan serangkaian catatan emas didalam kenangan saya sendiri yang InsyaAllah tak akan terlupakan untuk selama lamaya ,memang jarak jauh waktu saya mu`asharah dengan masa kini saya di Medan sudah ± 40 tahun .namun dalam kenangan saya terasa baru kemarin terpisah dengan Abuy ,perhatikanlah kalau kita ingin menyimpulkan seluruh kegiatan Abuya maka ternyata tersimpan kedalam 3 pokok perjuangan yaitu ;
1. Tuntut ilmu dan mengajar dengan segala macam sistemnya
2. Amar ma`ruf nahi mungkar dengan segala macam tehniknya
3. Ibadah ,berzikir dan berdoa dengan segala macam qaedah dan kaifiatnya .
Semua Wazifah Abuya yang telah kita bicarakan merupakan wazifah wazifah lahiriyah sedangkan wazifah bathiniyah belum/tidak kita bicarakan,seperti: syaja`ah Abuya ,sabarnya, tawakkalnya,tadharru`nya,zahidnya,ikhlasnya,idraknya,pahamnya,istiqamahnya,dan wazifah nafisah lainnya,karena wazifah ini hanya Allah ta`ala ynag mengetahui dan menilainya
والشهادة
هو الرحمن الرحيم عالم الغيب
Abuya sudah tiada ……………………..dan Abuya sudah meninggalkan contoh kepada kita semua. Mari kita ikuti jejak langkahnya menurut kemampuan dan kelayakan yang ada pada kita.Abuya sudah berangkat .Tgk.Keumala berseru Abuyaku ………Abuya kami ………….tunggulah kami .kami
menunggumu
. ألفاتحة الشريفة untuk Abuya …..
Medan 25 november 1997
TKG.H.SYIHABUDDIN SYAH(ABU KEUMALA)
Gubuk Teungku Rangkang
Belajar Beramal
Rabu, 13 April 2011
Abuya Syaikh H. Muhammad Muda Waly al-Khalidy an-Naqsyabandy
Kelahiran
Syaikh Muda Waly al Khalidy dilahirkan di Desa Blang Poroh,
Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 1917. Beliau adalah
putra bungsu dari Syaikh H. Muhammad Salim bin Malin Palito. Ayah beliau
berasal dari Batu Sangkar, Sumatra Barat. Beliau datang ke Aceh Selatan selaku
da`i. Sebelumnya, paman beliau yang masyhur dipanggil masyarakat Labuhan Haji
dengan Tuanku Pelumat yang nama aslinya Syaikh Abdul Karim telah lebih dahulu
menetap di Labuhan Haji. Tak lama setelah Syaikh Muhammad Salim menetap di
Labuhan Haji, beliau dijodohkan dengan seorang wanita yang bernama Siti
Janadat, putri seorang kepala desa yang bernama Keuchik Nya` Ujud yang berasal
dari Desa Kota Palak, Kecamatan Labuhan Haji, Aceh Selatan. Siti Janadat
meninggal dunia pada saat melahirkan adik dari Syaikh Muda Waly. Beliau
meninggal bersama bayinya. Syaikh Muhammad salim sangat menyayangi Syaikh Muda
Wali melebihi saudaranya yang lain. Kemana saja beliau pergi mengajar dan
berda`wah Syaikh Muda Waly selalu digendong oleh ayahnya. Mungkin Syaikh
Muhammad Salim telah memiliki firasat bahwa suatu saat anaknya ini akan menjadi
seorang ulama besar, apalagi pada saat Syaikh Muda Waly masih dalam kandungan,
beliau bermimpi bulan purnama turun kedalam pangkuannya.
Nama Syeikh Muda Waly pada waktu kecil
adalah Muhammad Waly. Pada saat beliau berada di Sumatra Barat, beliau
dipanggil dengan gelar Angku Mudo atau Angku Mudo Waly atau Angku Aceh. Setelah
beliau kembali ke Aceh masyarakat memanggil beliau dengan Teungku Muda Waly.
Sedangkan beliau sering menulis namanya sendiri dengan Muhammada Waly atau
lengkapnya Syaikh Haji Muhammad Waly Al-Khalidy.
Perjalanan Pendidikan
Syaikh Muda Waly belajar belajar A-Qur an dan kitab-kitab
kecil tentang tauhid, fiqh,dan dasar ilmu bahasa arab kepada ayahnya. Disamping
itu beliau juga masuk sekolah Volks-School yang didirikan oleh Belanda. Setelah
tamat sekolah Volks School, beliau dimasukkan kesebuah pesantren di Ibukota
Labuhan Haji, Pesantren Jam`iah Al-Khairiyah yang dipimpin oleh Teungku
Muhammad Ali yang dikenal oleh masyarakat dengan panggilan Teungku Lampisang
dari Aceh Besar sambil beliau sekolah di Vervolg School. Setelah lebih kurang 4
tahun beliau belajar di pesantren al-Khairiyah beliau diantarkan oleh ayahnya
ke pesantren Bustanul Huda di Ibukota Kecamatan Blangpidie. Sebuah pesantren
Ahlussunnah wal jama`ah sama seperti Pesantren al-Khairiyah, yang dipimpin oleh
seorang ulama besar yang datang dari Aceh Besar yaitu Syaikh Mahmud. Di
Pesantren Bustanul Huda, barulah beliau mempelajari kitab-kitab yang masyhur
dikalangan ulama Syafi`iyah seperti I`anatut Thalibin, Tahrir dan Mahally dalam
ilmu Fiqh, Alfiyah dan Ibn `Aqil dalam ilmu Nahwu dan Sharaf.
Setelah beberapa tahun di Pesantren Bustanul Huda, terjadilah
satu masalah antara beliau dengan gurunya,Teungku Syaikh Mahmud yaitu perbedaan
pendapat antara beliau dengan gurunya tersebut tentang masalah berzikir dan
bershalawat sesudah shalat di dalam masjid secara jihar. Syaikh Muda Waly ingin
melanjutkan pendidikan kepesantren lainnya di Aceh Besar, tetapi sebelumnya,
ayah beliau ,Haji Muhammad Salim meminta izin kepada Syaikh Mahmud, meminta
do`anya untuk dapat melanjutkan pendidikan kepesantren lainya dan yang
terpenting meminta maaf atas kelancangan Syaikh Muda Waly berbeda pendapat
dengan gurunya dalam masalah tersebut. Berkali kali beliau dan ayahnya meminta
ma`af kepada Syaikh Mahmud tetapi beliau tidak menjawabnya. Pada akhirnya
kemaafan beliau dapat setelah beliau kembali dari Sumatra Barat dan Tanah suci
Makkah. Kejadian ini berawal dari kasus di kecamatan Blang Pidie. Ada seorang
ulama dari kaum muda dari PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang bernama
Teungku Sufi, mendirikan Madrasah Islahul Umum di Susuh, Blang Pidie, berda`wah
dan membangkitkan masalah-masalah khilafiyah. Dalam satu perdebatan terbuka di
Ibukota kecamatan Blang Pidie, dia mengungkapkan dalil dan alasannya sehingga
hampir kebanyakan ulama termasuk Teungku Haji Muhammad Bilal Yatim dapat
dikalahkan. Tetapi pada waktu giliran perdebatan Teungku Sufi tersebut dengan
Syaikh Muda Waly semua dalil dan alasannya beliau tolak, beliau hancurkan
tembok-tembok alasannya sehingga kalah total didepan umum. Tak lama setelah itu
barulah Syaikh Mahmud mema`afkan kesalahan Syaikh Muda Waly yang berani berbeda
pendapat dengannya pada waktu masih belajar di Bustanul Huda.
Setelah beberapa tahun belajar di Bustanul Huda, beliau
mengungkapkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya kepesantren di Aceh Besar
kepada ayahnya, Syaikh H. Muhammad Salim. Ayah beliau sangat senang
mendengarkan niat beliau. Apalagi Syaikh H.Muhammad Salim telah mengetahui
bahwa putranya ini telah menamatkan kitab-kitab agama yang dipelajari di
Pesantren Bustanul Huda.
Sebagai bekal dalam perjalanan beliau dari Labuhan Haji, ayahanda
beliau memberikan sebuah kalung emas yang lain merupakan milik kakak kandung
Syaikh Muda Waly, yaitu Ummi Kalsum. Beliau diantar oleh ayahanda beliau dari
desanya sampai ke kecamatan Manggeng. Setelah sampai ke Manggeng, ayahanda
beliau berkata “Biarkan aku antarkan engkau sampai ke Blang Pidie”. Sesampainya
di Blang Pidie, Syaikh Muhammad Salim berkata kepada putranya Syaikh Muda Waly
“biarkan aku antarkan engkau sampai ke Lama Inong”. Pada kali yang ketiga ini
Syaikh Muda Waly merasa keberatan, karena seolah-olah beliau seperti tidak rela
melepaskan anaknya merantau jauh untuk menuntut ilmu. Syaikh Muda Waly
berangkat ke Aceh Besar ditemani seorang temannya yang juga merupakan tamatan
dari pesantren Busranul Huda, namanya Teungku Salim, beliau merupakan seorang
yang cerdas dan mampu membaca kitab-kitab agama dengan cepat dan lancar.
Sesampainya di Banda Aceh, beliau berniat memasuki Pesantren
di Krueng Kale yang dipimpin oleh Syaikh H. Hasan Krueng Kale, ayahanda dari
Syaikh H. Marhaban, Menteri Muda Pertanian Indonesia para masa Sukarno. Beliau
sampai di Pesantren Krueng kale pada pagi hari, pada saat Syaikh Hasan Krueng
Kale sedang mengajar kitab-kitab agama. Diantara kitab yang dibacakan adalah
kitab Jauhar Maknun.Syaikh Muda Waly mengikuti pengajian tersebut. Sebelum
Dhuhur selesailah pembacaan kitab tersebut, dengan kalimat terakhir Wa huwa
hasbi wa ni`mal wakil. Setelah selesai pengajian Syaikh Muda Waly merasa
bahwa syarahan yang diberikan oleh Syaikh Hasan Krueng Kale tidak lebih dari
pengetahuan yang beliau miliki. Walaupun demikian beliau tetap menganggap
Syaikh Hasan Krueng Kale sebagai guru beliau. Bagi Syaikh Muda Waly cukuplah
sebagai bukti kebesaran Syaikh Hasan Krueng Kale, apabila guru beliau Syaikh
Mahmud Blang Pidie adalah seorang alumnus Pesantren Krueng Kale.Syaikh Muda
Waly hanya satu hari di Pesantren Krueng Kale. Beliau bersama Tengku Salim
mencari pesantren lain untuk menambah ilmu. Akhirnya merekapun berpisah. Pada
saat itu ada seorang ulama lain di Banda Aceh yaitu Syaikh Hasballah Indrapuri,
beliau memiliki sebuah Dayah di Indrapuri. Pesantren ini lebih menonjol dalam
ilmu Al-Qur an yang berkaitan dengan qiraat dan lainnya. Syaikh Muda
Waly merasakan bahwa pengetahuan beliau tentang ilmu al-Quran masih kurang.
Inilah yang mendorong beliau untuk memasuki Pesantren Indrapuri. Pesantren
Indrapuri tersebut dalam simtem belajar sudah mempergunakan bangku, satu hal
yang baru untuk kala itu. Pada saat mengikuti pelajaran, kebetulan ada seorang
guru yang membacakan kitab-kitan kuning, Syaikh Muda Waly tunjuk tangan dan
mengatakan bahwa ada kesalahan pada bacaan dan syarahannya, maka beliau
meluruskan bacaan yang benar beserta syarahannya. Dari situlah Ustad dan
murid-murid kelas itu mulai mengenal anak muda yang baru datang kepesantren itu
dan memiliki pengetahuan yang luas. Maka Ustad tersebut mengajak beliau
kerumahnya dan memerintahkan kepada pengurus pesantren untuk mempersiapakan
asrama temapat tinggal untuk beliau, kebetulan sekali pada saat itu perbekalan
yang dibawa Syaikh Muda Waly sudah habis, maka dengan adanya sambutan dari
pengurus pesantren tersebut beliau tidak susah lagi memikirkan belanja.
Pimpinan Pesantren Indrapuri tersebut, Teungku Syaikh
Hasballah Indrapuri sepakat untuk mengangkat Syaikh Muda Waly sebagai salah
satu guru senior di Pesantren tersebut. Semenjak saat itu Syaikh muda Waly
mengajar di pesantren tersebut tanpa mengenal waktu. Pagi, siang, sore dan
malam semua waktunya dihabiskan untuk mengajar. Tinggallah sisa waktu luang
hanya antara jam dua malam sampai subuh. Waktu itupun tetap diminta oleh
sebagian santri untuk mengajar. Selama tiga bulan beliau mengajar di Dayah
tersebut. Karena padatnya jadwal, beliau kelihatan kurus, tetapi Alhamdulillah
walaupun demikian beliau tidak sakit.
Setelah sekian lamanya di Pesantren
Indrapuri, datanglah tawaran dari salah seorang pemimpin masyarakat yaitu Teuku
Hasan Glumpang Payoeng kepada Syaikh Muda Waly untuk belajar ke sebuah
perguruan di Padang, Normal Islam School yang didirikan oleh seorang ulama
tamatan al-Azhar Mesir Ustad Mahmud Yunus. Teuku Hasan tersebut setelah
memperhatikan pribadi Syaikh Muda Waly, timbullah niat dalam hatinya bahwa
pemuda ini perlu dikirim ke al-Azhar Mesir. Tetapi karena di Sumatra Barat
sudah terkenal ada seorang Ulama yang telah menamatkan pendidikannya di
al-Azhar dan Darul Ulum di Cairo, Mesir yang bernama Ustad Mamud Yunus yag
telah mendirikan sebuah perguruan di Padang yang bernama Normal Islam School
yang sudah terkenal kala itu melebihi perguruan perguruan sebelumnya seperti
Sumatra Thawalib. Oleh sebab itu Teuku Hasan mengirimkan Syaikh Muda Waly ke
pesantren tersebut sebagai jenjang atau pendahuluan sebelum melanjutkanke al
Azhar.
Berangkatlah Syaikh Muda Waly menuju Sumatra barat dengan
kapal laut.Beliau sama sekali tidak mengetahui tentang Sumatra Barat sedikit
pun, dimana letak Normal Islam School dan kemana beliau harus singgah. Tiba
tiba saja ada seorang penumpang yang telah lama memperhatikan tingkah laku dan
gerak gerik Syaikh Muda Waly selama di kapal bersedia membantu Syaikh Muda Waly
untuk bisa sampai ketempat yang beliau tuju.
Setelah sampai di Normal Islam beliau
segera mendaftarkan diri di Sekolah tersebut. Lebih kurang tiga bulan beliau di
Normal Islam dan akhirnya beliau mengundurkan diri dan keluar dengan hormat
dari Lembaga pendidikan tersebut. Hal ini beliau lakukan dengan beberapa alasan
:
1. Cita-cita melanjutkan
pendidikan kemana saja termasuk ke Normal Islam dengan tujuan memperdalm ilmu
agama,karena cita-cita beliau mudah-mudahan beliau menjadi seorang ulama sperti
ulama ulam besar lainnya.Tetapi rupanya ilmu agama yangdiajarkan di normal
Islam amat sedikit.Sehingga seolah olah para pelajar disitu sudah dicukupkan
ilmu agamanya dengan ilmu yang didapati sebelum memasuki pesantren tersebut.
2. Di Normal Islam
pelajaran umum lebih banyak diajrakan ketimbang pelajaran agama. Disana
diajarkan ilmu matematika, kimia, biologi, ekonomi, ilmu falak, sejarah
Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Belanda, ilmu khat dan pelajaran olahraga.
Di Normal Islam beliau harus menyesuaikan diri dengan
peraturan peraturan di lembaga tersebut. Di situ para pelajar diwajibkan
memakai celana, memakai dasi, ikut olah raga disamping juga mengikuti pelajaran
umum diatas. Menurut hemat Syaikh Muda Waly, kalau begini lebih baik beliau pulang
ke Aceh mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki daripada
menghabiskan waktu dan usia di Sumatra Barat.
Setelah beliau keluar dari Normal Islam, beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub, penerjemah Ihya `Ulumuddin. Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syaikh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh, tetapi menetaplah dulu di Padang, barangkali ada manfaatnya.
Setelah beliau keluar dari Normal Islam, beliau bertemu dengan salah seorang pelajar yang juga berasal dari Aceh dan sudah lama di Padang yaitu Ismail Ya`qub, penerjemah Ihya `Ulumuddin. Bapak Ismail Ya`qub menyampaikan kepada Syaikh Muda Waly supaya jangan cepat cepat pulang ke Aceh, tetapi menetaplah dulu di Padang, barangkali ada manfaatnya.
Pada suatu sore beliau mampir untuk berjamaah maghrib di
sebuah Surau yaitu di Surau Kampung Jao. Setelah shalat maghrib, kebiasaan
disurau itu diadakan pengajian dan seorang ustaz mengajar dengan membaca kitab
berhadapan dengan para jamaah. Rupanya apa yang di baca oleh ustaz itu beserta syarahan
yang di sampaikan menurut Syaikh Muda Waly tidak tepat, maka beliau
membetulkan, sehingga ustaz itu dapat menerima. Sedangkan jamaah para hadirin
bertanya-tanya tentang anak muda yang berani bertanya dan membetulkan pendapat
ustaz itu.
Akhirnya para jamaah beserta ustaz tersebut meminta beliau
supaya datang ke Surau itu untuk menjadi imam solat dan mengajarkan ilmu agama.
Begitulah dari hari ke hari, beliau mulai dikenal dari satu Surau ke Surau yang
lain dan dari satu Mesjid ke Mesjid yang lain. Apalagi beliau bukan orang
Padang, tetapi dari daerah Aceh dan nama Aceh sangat harum dalam pandangan
ummat Islam Sumatra Barat. Dan yang lebih mengagumkan lagi ialah kemahiran
beliau dalam ilmi Fiqh, Tasawwuf, Nahu dan ilmu lainnya. Barulah sejak itu beliau
dipangil oleh masyarakat dengan Angku Mudo atau Angku Aceh.
Pada masa itu pula sedang hangat-hangatnya di Sumatra Barat
tentang masalah- masalah keagamaan yang sifatnya adalah sunat, seperti masalah
usalli, masalah hisab dalam memulai puasa Ramadan, hari raya ‘Id al-Fitri dan
lain lain. Terjadilah perdebatan antara kelompok kaum tua dengan kelompok kaum
muda.
Syaikh Muda Waly berasal dari Aceh dalam kelahiran dan
pendidikannya, tentu saja berpendirian dalam semua masalah tersebut seperti
pendirian para Ulama Aceh sejak zaman dahulu, karena semua Ulama Aceh khususnya
dalam bidang Syari’at dan Fiqh Islam tidak ada bertentangan antara yang satu
dengan yang lain. Apalagi Ulama Aceh zaman dahulu seperti syeikh Nuruddin
al-Raniri, Syeikh Abdul Rauf al-fansuri al-singkili [Syiahkuala], Syaikh Hamzah
Fansuri, Syaikh Syamsuddin Sumatrani dan lain lain semuanya bermazhab Syafi`i
dan antara mereka tidak terjadi pertentangaan dalam syari``at dan Fiqh Islam
kecuali hanya perbedaan pendapat dalam masalah Tauhid yang pelik dan sangat
mendalam, yaitu masalah Wahdah al-Wujud, juga masalah hukum Islam yang
berkaitan dengan politik, seperti masalah wanita menjadi raja.
Karena itulah maka semua masalah-masalah kecil di atas sangat
dikuasai oleh Syaikh Muda Waly dalil-dalil hukum dan alasan-alasannya, al
Qur’an dan Hadist dan juga dari kitab kitab kuning. Karena itulah, maka
terkenallah beliau di kota Padang dan mulai dikenal pula oleh seorang Ulama
besar di kota Padang, yaitu Syaikh Haji Khatib Ali, ayahandanya Prof. Drs. H. Amura.
Syeikh Khatib Ali ulama besar ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah di Padang. Murid
dari pada Syeikh Ahmad Khatib di Mekkah Al- Mukarramah. Beliu mendapat ijazah
ilmu agama dari Syeikh Ahmad Khatib dan mendapat pula ijazah Tariqat
Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ustman Fauzi Jabal Qubais Mekkah al-Mukarramah.
Yang menjadikan beliu terkenal di padang karena kegigihannya mempertankan
`Aqidah Ahli al-Sunnah wa al-Jama`ah dan mazhab Syafi`i di samping pula beliu
adalah menantu seorang ulama besar dalam ilmu Syari`at dan Tariqat yaitu Syeikh
Sa`ad Mungka. Syeikh sa`ad Mungka dan Syaikh Khatib Ali sangat tertarik kepada
Syaikh muda Waly sehingga beliau menjodohkan Syaikh Muda Waly dengan seorang
family beliau yaitu Hajjah Rasimah, yang akhirnya melahirkan Syaikh Prof. Muhibbuddin
Waly. Sejak itulah kemasyhuran Syaikh Muda Wali semakin meningkat dan terus
ditarik oleh ulama-ulama besar lainnya dalam kelompok para ulama kaum tua,
tetapi beliau secara tidak langsung juga mengambil hal-hal yang baik dari
ulama-ulama lainnya, seperti orang tuanya Buya Hamka, Haji Rasul.
Kemudian Syaikh Muda waly juga berkenalan dengan Syaikh
Muhammad Jamil Jaho. Maka beliau mengikuti pengajian yang diberikan oleh Ulama
besar Padang tersebut. Hubungan beliau dengan Syaikh Muda Waliy pada mulanya
hanya sekadar guru dan murid. Syaikh Jamil Jaho adalah seorang Ulama
Minangkabau, murid Syaikh Ahmad Khatib. Beliau diakui kealimannya oleh ulama
lainnya terutama dalam ilmu bahasa Arab. Di Pesantren Jaho itulah Syaikh
Muhammad Jamil Jaho mengumpulkan murid muridnya yang pintar untuk mencoba
pengetahuan Syaikh Muda Waly, pada lahiriyahnya mereka seperti mengaji pada
Syaikh Muda Waly tapi pada hakikatnya adalah untuk menguji dan mencoba Syaikh
Muda Waly dengan berbagai ilmu alat. Rupanya semua debatan tersebut dapat
dijawab oleh Syaikh Muda Waly. Dari situlah, Syaikh Muda Waly semakin terkenal
dikalangan para ulama Minangkabau. Akhirnya Syaikh Muda Waly dinikahkan dengan
putri Syaikh Muhammada Jamil Jaho yaitu dengan seorang putrinya yang juga alim,
Hajjah Rabi`ah yang akhirnya melahirkan Syaikh H. Mawardi Waly. Syaikh Muda
Waly menempati rumah pemberian paman istri beliau yang pertama, Hajjah Rasimah.
Rumah itu terdiri dari dari dua tingkat, pada bagian bawahnya di gunakan
sebagai madrasah dan tempat majlis ta`lim.
Apabila datang hari hari besar Islam ummat Islam di Kota
Padang beramai ramai datang kerumah tersebut. Para Ulama Kota Padang khususnya
sering berdatangan ke rumah tersebut karena bila tak ada undangan Syaikh Muda
Waly sibuk mengajar dan berdiskusi dengan para ulama lainnya apalagi dalam
rumah itu juga tinggal seorang ulama besar lain, Syaikh Hasan Basri, menantu
dari Syaikh Khatib `Ali Padang dan suami dari Hajjah Aminah, ibunda dari istri
beliau Hajjah Rasimah. Pada tahun 1939 Syaikh Muda Waly menunaikan ibadah haji
ke tanah suci bersama salah seorang istri beliau Hajjah rabi`ah. Selama di
Makkah beliau tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan. Selain menunaikan
ibadah haji, beliau juga memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu pengetahuan dari
ulama ulama yang mengajar di Masjidil Haram antara lain Syaikh Ali Al Maliki,
pengarang Hasyiah al - Asybah wan nadhaair bahkan beliau mendapat ijazah
kitab-kitab Hadits dari Syaikh Ali al-Maliki.
Selama di Makkah Syaikh Muda Waly seangkatan dengan Syaikh
Yasin Al fadani, seorang ulaam besar keturunan Padang yang memimpin Lembaga
Pendidikan Darul Ulum di Makkah al-Mukarramah.
Pada waktu Syaikh Muda Waly berada di Madinah pada setiap saat
shalat, beliau selalu menziarahi kuburan yang mulia Saiyidina Rasulullah Saw.
Pada waktu itu siapa saja yang menziarahi kuburan Nabi secara dekat, akan
dipukul oleh polisi dengan tongkatnya. Tetapi pada saat Syaikh Muda Waly sedang
bermunujat dekat makam Rasullualah, beliau didekati oleh polisi, ingin memukul
beliau, maka Syaikh Muda Waly langsung berbicara dengan polisi tersebut dengan
bahasa arab yang fasih sehingga polisi tersebut tertarik dengan beliau dan
membiarkan beliau duduk lama di dekat maqam Rasulullah. Di Madinah Syaikh Muda
Waly berdiskusi dengan para ulama ulama dari negeri lain terutama dari Mesir.
Beliau tertarik dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri Mesir,
sehingga beliau sudah bertekat menuju ke Mesir, tetapi beliau lupa bahwa pada
saat itu beliau membawa istri beliau Hajjah Rabi`ah. Istri beliau keberatan
ditinggalkan untuk pulang ke Indonesia akhirnya beliau urung berangkat ke
Mesir.
Selama beliau di Makkah ataupun Madinah
beliau tak sempat mengambil ijazah dalam Tahariqat apapun. Hal ini kemungkinan
besar karena dua hal :
1. Karena beliau berada di
tanah suci lebih kurang hanya tiga bulan, waktu yang sangat singkat bagi beliau
yang mempunyai cita-cita besar untuk menggali ilmu dari berbagai ulama.
Sehingga habislah waktu beliau hanya untuk menemui dan berdiskusi dengan para
ulama lainnya.
2. Pada umumnya para
pelajar yang datang ke Tanah suci untuk mengamalkan thariqat, mengambil ijazah
dan berkhalwat harus berada di tanah suci pada bulan Ramadan. Karena pada bualn
Ramadan halaqah pengajian sepi bahkan libur. Semua waktu dalam bulan Ramadhan
dutujukan untuk beribadah. Sedangkan Syaikh Muda Waly berada di Tanah suci
bukan dalam bulan Ramadhan .
Kepulanngan Syaikh Muda Waly dari tanah suci mendapat sambutan dari murid-murid beliau serta dari Ulama-ulama Minangkabau lainnya seperti Syaikh `Ali Khatib, Syaikh Sulaiman Ar Rasuli, Buya Syaikh Jamil Jaho. Hal ini dikarenakan, dengan kembalinya Syaikh Muda Waly maka bertambah kokoh dan kuatlah benteng Ahlussunnah wal Jamaah di padang khususnya. Dikalangan Ulama tersebut, Syaikh Muda Waly merupakan yang termuda diantar mereka, sehingga dalam perdebatan-perdebatan ilmu keagamaan yang populer pada masa itu, Syaikh Muda Waly lebih didahulukan oleh Ulama dari kelompok kaum tua untuk menghadapi Ulama dari kaum muda .Uniknya kedua belah pihak (Ulama kaum Tua dan Ulama kaum Muda) menampilkan orang orang muda dari kedua belah pihak. Sehingga antara ulama dari kedua belah pihak seolah olah tidak terjadi perbedaan pendapat.
Walaupun Syaikh Muda Waly telah memiliki ilmu pengetahuan
agama yang luas, namun ada hal yang belum memuaskan hati beliau yaitu ilmu yang
beliau miliki belum mampu menenangkan batin beliau, akhirnya beliau memutuskan
untuk memasuki jalan Tasauf sebagaiman yang telan ditempuh oleh ulama- ulama
sebelumnya. Apabila ar-Raniri di Aceh mengambil tariqat Rifa`iyah dan Syaikh
Abdur Rauf yang lebih dikenal oleh masyarakat Aceh dengan sebutan Teungku Syiah
Kuala mengambil tariqah Syatariyah maka Syaikh Muda Waly memilih Thariqat
Naqsyabandiyah, sebuah tariqat yang popular di Sumatra Barat kala itu. Beliau
berguru kepada seorang Ulama besar Tariqah di Sumatera Barat kala itu yaitu
Syaikh Abdul Ghaniy al-Kamfary bertempat di Batu Bersurat, Kampar, Bangkinang.
Beliau bersuluk disana selama 40 hari lamanya. Menurut sebagian kisah
menyebutkan bahwa selama dalam khalwatnya dengan riyadhah dan munajat
berupa mengamalkan zikir-zikir sebagaimana atas petunjuk Syaikh Abdul Ghany,
beliau sempat mengalami lumpuh sehingga tidak bisa berjalan untuk mandi dan
berwudhuk.
Setelah selesai berkhalwat beliau
merasakan kelegaan batin yang luar biasa jauh melebihi kebahagiannya ketika
mendapat ilmu yang bersifat lahiriyah selama ini. Beliau mendapat ijazah
mursyid dari Syaikh Abdul Ghani sebagai pertanda bahwa beliau sudah
diperbolehkan untuk mengembangkan Thariqah Naqsyabandi yang beliau terima.
Setelah mendapat ijazah Thariqah beliau kembali ke Kota Padang dan mendirikan
sebuah Pesantren yang bernama Bustanul Muhaqqiqin di Lubuk Begalung, Padang.
Sebuah pesantren yang terdiri dari beberapa surau dan asrama. Banyak murid yang
mengambil ilmu di Pesantren tersebut bahkan juga santri-santri dari Aceh.
Tetapi pada saat Jepang masuk ke Padang, Syaikh Muda Waly mengambil keputusan
pulang ke Aceh karena di Aceh beliau merasa lebih tenang dan nyaman dalam
mengamalkan dan mengembangkan ilmu yang telah beliau miliki. Sehingga akhirnya
Pesantren yang beliau bangun di Padang lumpuh.
Pulang ke Aceh
Setelah Syaikh Muda Waly berjuang menuntut ilmu pengetahuan
melalui pendidikan yang secara lahiriahnya seperti tidak teratur, tetapi pada
hakikatnya bagi Allah s.w.t., perjalanan pendidikan beliau selama ini membawa
beliau naik ke tingkat martabat Ulama dan hamba Allah yang shalih. Maka dengan
hasil perjalanan pandidikannya serta pengalaman-pengalaman yang beliau dapati
selama ini, rasanya bagi beliau sudah cukup dijadikan pokok utama untuk
mengembangkan agama Allah ini dengan pendidikan Pesantren di tempat beliau
dilahirkan, di Blang Poroh Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan. Meskipun pada
waktu itu kata Darusssalam itu belum ada, dan adanya nama ini setelah beliau
mendirikan Pesantren di desa beliau sendiri.
Lebih kurang pada akhir tahun 1939, beliau kembali ke Aceh
Selatan melalui parahu layar dari Padang ke Aceh di kecamatan Labuhan haji.
Beliau disambut dengan meriah oleh ahli famili, para teman dan masyarakat
Labuhan Haji. Setelah beberapa hari beliau berada di desanya, maka beliau
bertekad membagun sebuah pasantren. Pembangunan sebuah pesantren kali pertama
tentu seadanya saja. Maka beliau hanya mendirikan sebuah surau bertingkat dua.
Pada tingkat dua di atas sebagai tempat tinggal beliau beserta keluarga,
sedangkan pada tingkat bawah dan yang masih tersisa di atas dipergunakan
sebagai tempat ibadah.
Lahan tempat mendirikan Musholla yang
diberi oleh famili beliau sangat terbatas, sedangkan jamaah sudah mulai
kelihatan berbondong-bondong datang ke Surau beliau. Ibu-ibu pada malam selasa
dan harinya, sedangkan bapak-bapak pada malam rabu dan harinya. Oleh karena
itu, maka beliau ingin memperluas lahan untuk betul-betul memulai sebuah pesantren
yang dapat menampung santri-santri dengan tempat tinggalnya, yang dalam istilah
Aceh disebut dengan rangkang-rangkang. Maka beliau berusaha untuk
membeli tanah sekitar surau yang ada. Beliau membeli tanah untuk pembangunan
pesantren sedikit demi sedikit, hingga mencapai ukuran 400x250 m2. Di atas
tanah itulah beliau menampung santri-santri yang berdatangan sedikit demi
sedikit, dari Kecamatan Labuhan Haji dan dari Kecamatan-kecamatan di Aceh
Selatan, bahkan juga dari berbagai kabupaten di Daerah Istimewa Aceh.
Berkembanglah pesantren itu, sehingga pelajar-pelajar dari luar daerahpun pada
berdatangan, khususnya dari berbagai Propinsi di Pulau Sumatra.
Pesantren itu beliau bagi-bagi atas berbagai nama, sebagai
berikut :
Pertama : Darul-Muttaqin, di bagian ini terletak
lokasi madrasah, mulai dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi dan di
sampingnya dibangun sebuah surau besar selaku tempat ibadah. Khususnya dalam
pengembangan tariqat Naqsyabanditah dan dijadikan tempat khalwat atau suluk 40
hari selama ramadhan dengan 10 hari sebelumnya, 10 pada awal zulhijjah, 10 hari
pada bulan Rabiul awal
Kedua : Darul `Arifin, dilokai ini bertempat
tinggal guru guru yang sebagian besar sudah berumah tangga. Lokasinya agak
berdekatan dengan pantai Laut Samudra Hindia
Ketiga : Darul Muta`allimin, di tempat ini
tinggal para santri pilihan diantaranya anak Syaikh Abdul ghani Al kampari,
guru tasauf Syaikh muda Waly .
Keempat : Darus Salikin, dilokasi ini banyak
asrama-asrama tempat tinggal para pelajar penuntut ilmu yang juga digunakan
sebagai tempat berkhalwat.
Kelima : Darul zahidin, lokasi yang paling ujung
dari lokasi pesantren Darussalam ini. Kalau bukan karena tempat lainnya sudah
penuh, maka jarang sekali santri yang mau tinggal di lokasi ini apalagi tempat
ini pada mulanya merupakan tambak udang dan ikan .
Keenam : Darul Ma`la, lakasi ini merupakan
lokasi nomor satu karena tanahnya tinggi dan udaranyapun bagus dan terletak
dipinggir jalan .
Semua lokasi ini dinamakan oleh Syaikh Muda waly dengan nama
demikian sebagai tafaul kepada Allah semoga semua santri yang belajar disitu
menjadai hamba-hamba Allah yang senatiasa menuntut ilmu (Al Muta`allimin),
hamba-hamba yang Zahid, mengutamakan akhirat dari pada dunia (Az-Zahidin),
hamba-hamba yang shalih mendapat tempat terhormat baik disisi Allah maupun
dalam pandangan masyarakat .
Tak lama kemudian beliau menikah dengan seorang wanita dari
Desa Pauh, Labuhan Haji. Kemudian beliau mendirikan sebuah pesantren lain di
Ibukota Kecamatan. Pesantren ini merupakan sebuah pesantren khusus, pelajarnya
juga tidak banyak, para pelajar di pesantren ini secara langsung berhadapan
dengan kaum yang berfaham wahabi sehingga mendatangkan persaingan pengembangan
ilmu pengetahuan agama melalui perdebatan yang diadakan para pelajar membahas
masalah-masalah khilafiyah dengan dalil-dalilnya menurut pendirian ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah. Dipesantren inilah diadakan pengajian yang dikuti oleh
semua lapisan masyarakat bahkan juga dikuti oleh kalangan Muhammadiyah dan
golongan Salik Buta sehingga menjadikan majlis ini majlis yang dipenuhi dengan
pertanyaan dan debatan yang ditujukan kepada Syaikh Muda Waly, namun semuanya
dapat di jawab oleh Syaikh Muda Waly dengan jawaban ilmiah yang memuaskan.
Pendidikan Pesantren Darussalam
Di pesantren yang beliau bangun itu Syaikh Muda Waly
mengajarkan kepada masyarakat ilmu agama. Khusus untuk kaum ibu pada hari malam
selasa, hari senin, dan malam senin. Pada malam senin kaum ibu mendapat ceramah
agama dari guru-guru yang telah ditetapkan oleh beliau. Sedangkan pada selasa
pagi sebelum zuhur, setelah pengajian subuh, semua kaum ibu-ibu yang bermalam
di pesantren ikut membangaun Pesantren dengan menimbun sebagian lokasi
Pesantren yang belum rata dengan batu yang diambil dari pantai. Satu hal yang
aneh dan luar biasa, batu itu dihempaskan oleh gelombang air laut ke pantai dan
batu-batu itu semuanya berwarna putih bersih. Batu-batu ini hanya terdapat di
pantai yang berada di dekat pesantren. Setelah shalat Dhuhur para ibu-ibu
tersebut mendapat ceramah dari guru yang telah ditentukan oleh Syaikh Muda Waly
yang kemudian lanjutkan dengan tawajuh dalam tariqat Naqsyabandiyah dan shalat
Ashar. Sedangkan waktu untuk kaum laki-laki adalah pada selasa malam mulai
maghrib hingga larut malam.
Pada setiap bulan Ramadan Syaikh Muda Waly mengadakan khalwat
untuk masyarakat yang dimulai sejak sepuluh hari sebelum Ramadan sampai harai
raya Idul Fitri. Ada yang berkhalwat selama 40 hari ada juga yang 30 hari dan
ada juga yang 20 hari. Selain dalam bulan Ramadan, khalwat juga diadakan dalam
bulam Rabiul awal selama 10 hari. Demikian juga pada bulan Zulhijjah selama 10
hari semenjak tanggal satu sampai 10 Zulhijjah.
Sistem pendidikan pesantren yang
diterapkan oelh Syaikh Muda Waly terbagi kepada dua :
Pertama : sistem qadim, yakni sitem pendidikan yang telah berjalan bagi para Ulama sebelumnya. Sistem ini menekankan supaya kitab-kitab yang dipelajari mesti khatam. Guru hanya membaca, menerjemahkan dan menjelaskan sepintas lalu makna yang terkandung di dalamnya. Menurut beliau sitem ini kita bagaikan naik bus pada malam hari, yang kita lihat hanyalah jalan yang disorot oleh lamu bus saja, walaupun perjalanannya panjang dan banyak yang kita lihat tetapi hanyalah sekedar jalan yang diterangi oleh lampu bus saja, sedangakan dikiri kanannya kita tidak melihatnya .
Kedua : sistem madrasah. Pada sitem ini para pelajar sudah mengunakan bangku dan papan tulis. Pada sitem kedua ini tidak ditekankan pada khatam kitab, tetapi harus banyak diskusi untuk pendalaman. Sebagai contoh, apabila pelajaran Fiqh yang dibaca adalah kitab Tuhfah al-Muhtaj Syarah Minhajul Thalibin, maka yang dibaca hanya sekitar 10 baris saja, dilanjutkan dengan pembahasan pada matannya, syarahnya serta hasyiah hasyiahnya serta pendalaman berdasarkan dalil-dalilnya baik dari Al Qur an, Hadits ataupun disiplin ilmu lainnya. Ini memang memakan waktu yang lama, tetapi bila para santri terbiasa dengan sistem ini maka akan menghasilkan pemahaman yang mendalam dalam memahami kitab kuning. Rupanya kedua sitem ini sangat menarik sehingga banyak santri yang berdatangan ke Darussalam yang berasal dari berbagai daerah.
Syaikh Muda Waly mengamalkan ilmunya
dengan luar biasa. Pukul 6.00 pagi beliau mengajar semua santri muali dari
tingkat yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Disini terbuka pintu bagi
semua santri untuk menanyakan segala sesuatu tentang lafaz yang beliau baca.
Pukul 9.00 pagi setelah sarapan dan Shalat Dhuha belaiu menagjar pada tingkat
yang lebih tinggi, yang terdiri dari para dewan guru. Kitab yang dibaca adalah
Tuhfah al-Muhtaj, Jam`ul Jawami` dan kitab besar lainnya samapai waktu ashar.
Sesudah Asar beliau juga menyediakan waktu bagi siapa saja yang berminat
mengambil ilmu dari beliau. Syaikh Muda Waly sangat disiplin dalam mengajar
sehingga dalam kondisi sakitpun beliau tetap mengajar. Pernah pada satu kali
pada saat beliau sakit, para murid beliau sepakat untuk tidak mendebat beliau,
tetapi hanya mendengarkan penjelasan dari beliau. Rupanya hal ini membuat
beliau marah, kenapa para murid beliau tidak mendebat beliau. Pertanyaan dan
debatan dari murid-murid beliau rupanya menjadi obat yang sangat mujarab bagi
beliau. Tetapi beberapa saat setelah mengajar beliau kembali jatuh sakit.
Ketekunan dan kedisiplinan beliau dalam mendidik muridnya telah membuahkan
hasil yang luar biasa, sehingga dari beliau lahirlah puluhan Ulama-ulama yang
menjadi benteng Ahlussunnah di Aceh dan sekitarnya. Hampir seluruh pesantren di
Aceh sekarang ini mempunyai pertalian keilmuan dengan beliau dan dari
murid-murid beliau lahir pulalah Ulama-ulama terpandang dalam masyarakat.
Dengan adanya perjuangan beliau perkembangan faham wahabi dan ide pembaruan
terhadap ajaran islam yang telah menjalar ke sebagian tokoh-tokoh di Aceh dapat
ditekan. Beliau sangat istiqamah dengan faham Ahlussunnah dan mazhab Syafi’i.
Murid-murid Beliau :
1.
al-Marhum Tgk. H. Abdullah Hanafiah Tanoh Mirah, pimpinan Dayah Darul
Ulum, Tanoh Mirah, Bireuen.
2. al-Marhum Tgk. H. Abdul
Aziz bin Shaleh, pimpinan Pesantren LPI MUDI Mesra (Ma`hadal Ulum Diniyah
Islamiyah Mesjid Raya) Samalanga, Bireuen.
3. al-Marhum Tgk. H.
Muhammad Amin Arbiy Tanjongan, Samalanga, Bireuen.
4. Tgk. H. Muhammad Amin
Blang Bladeh (Abu Tumin) pimpinan Pesantren al-Madinatut Diniyah Babussalam,
Blang Bladeh, Bireuen.
5. Teungku H. Daud
Zamzamy. Aceh Besar.
6. al-Marhum Tgk. H.
Syaikh Syihabuddin Syah (Abu Keumala) pimpinan Pesantren Safinatussalamah,
Medan.
7. Teungku Adnan Mahmud
pendiri Pesantren Ashabul Yamin, Bakongan, Aceh Selatan.
8. al-Marhum. Tgk. H.
Syaikh Marhaban Krueng Kalee (putra Syaikh H. Hasan Krueng kale) mantan Menteri
Muda era Sukarno.
9. al-MarhumTgk. H.
Muhammad Isa Peudada, Bireuen.
10. al-Marhum Tgk. H. Ja`far Shiddiq, Kuta Cane.
11. al-Marhum Tgk. H. Abu Bakar sabil, Meulaboh,
Aceh Barat.
12. al-Marhum Tgk. H. Usman fauzi, Cot Iri, Aceh
Besar.
13. Abuya Prof. H. Muhibbuddin Waly (putra beliau
sendiri yang paling tua)
14. al-Marhum Syaikh Jailani.
15. al-Marhum Syaikh Labai Sati, Padang Panjang.
16. al-Marhum Tgk. H. Qamaruddin, Teunom, Aceh
Barat.
17. Tgk. H. Syaikh Jamaluddin Teupin Punti, Lhok
sukon, Aceh utara.
18. Tgk. H. Syaikh Ahmad Blang Nibong, Aceh Utara.
19. Tgk. H. Syaikh Abbas Parembeu, Aceh Barat.
20. Tgk. H. Syaikh Muhahammad Daud, Gayo.
21. Tgk. H. Syaikh Ahmad, Lam Lawi, Aceh Pidie.
22. Tgk. H. Muhammad Daud Zamzami, Aceh Basar.
23. Tuanku H. Idrus, Batu Basurek, Bangkinang.
24. al-Marhum Tgk. H. Syaikh Amin Umar, Panton
labu. Aceh Utara.
25. Syaikh H. Nawawi Harahap, Tapanuli.
26. al-Marhum Tgk. H. Syaikh Usman Basyah, Langsa.
27. Tgk. H. Syaikh Karimuddin, Alue Bilie, Aceh
Utara.
28. Tgk. H. Syaikh Basyah Kamal Lhoung, Aceh Barat
Dan
lain lain banyak lagi.
Karya Beliau
1.
al-Fatwa, Sebuah kitab dalam bahasa Indonesia dengan tulisan arab,
berisi kumpulan fatwa beliau mengenai berbagai macam permasalahan agama.
2. Tanwirul anwar, berisi
masalah masalah aqidah.
3. Risalah Adab Zikir
Ismuz Zat.
4. Permata Intan, sebuah
risalah singkat berbentuk soal-jawab mengenai masalah i`tidaq.
5. Intan Permata, risalah
singkat berisi masalah tauhid
Dalam
risalah yang terakhir (Intan Permata) beliau memberi keputusan tentang
perdebatan Syaikh Ahmad Khatib dengan Syaikh Sa`ad Mungka, beliau menyebutkan :
“Ketahuilah
hai segala ummat Ahlissunnah wal Jamah, bahwasanya karangan yang mulia Syaikh
Ahmad al-Khatib yang bernama: Izhar Zighlil-Kazibin, tentang membantah Rabithah
dan Thariqat naqsyabandiyah itu adalah silap dan salah paham dari Syaikh
yang mulia itu, karena beliau itu telah ditolak oleh yang mulia Syaikh Sa`ad
Mungka Payakumbuh (Sumatra Tengah) dengan kitabnya Irghamu Unufil Muta`annitin.
Kemudian kitab ini dijawab pula oleh yang mulia Syaikh Ahmad al-Khatib dengan
kitabnya as Saiful Battar. Kitab ini pun ditolak oleh yang mulia Syaikh
As`ad Mungka dengan kitabnya yang bernama Tanbihul `Awam. Pada akhirnya
patahlah kalam Tuan Syaikh Ahmad al-Khatib. Karena itu maka hamba yang faqir
ini, Syaikh Muhammad waly al-Khalidy sebabnya mengambil Thariqat Naqsyabandiyah
adalah setelah muthala`ah pada karangan karangan Syaikh Ahmad Khathib dan
karangan karangan Syaikh Sa`ad Mungka dimana antara karangan kedua-dua Ulama
itu sifatnya soal-jawab dan debat-berdebat. Perlu diketahui bahwa Tuan Syaikh
Ahmad Khatib itu murid Sayyid Syaikh Bakrie bin sayyid Muhammad Syatha.
Sedangkan Tuan Syaikh As`ad Mungkar murid Mufti az-Zawawy, gurunya Syaikh Usman
Betawi yang masyhur itu. Maka muncullah kebenaran ditangan Tuan Syaikh Sa`ad
Mungka apalagi saya telah melihat pula kitab as-Saiful Maslul karangan
Ulama Madinah selaku menolak kitab Izhar Zighlil Kazibin. Oleh
sebab itu bagi murid-muridku yang melihat karanagn Syaikh Ahmad Khatib itu
janganlah terkejut, karena karangan beliau itu ibarat harimau yang telah
dipancung kepalanya.”
Syaikh Muda Waly bukan hanya berperan dalam menyebarkan ilmu
agama saja. Tapi beliau memiliki andil yang besar dalam mempertahankan
kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia. Dalam mempertahankan proklamasi 17
agustus 1945 para ulama Aceh tampil kedepan dengan mengeluarkan fatwa jihad fi
sabilillah dan mendirikan barisan barisan perjuangan. Pada tanggal 18 Zulqa`dah
1364 Teungku Syaikh Hasan Krueng Kalee mengeluarkan fatwa dengan menyatakan
bahwa perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dan berperang menetang
musuh-musuh Allah adalah suatu kewajiban dan apabila mati dalam peperangan itu
akan mendapat pahala syahid. Disamping itu juga diterangkan pula hendaklah
ummat islam mengorbankan jiwa dan harta untuk menolong agama Allah dan menolong
negara yang sah. Fatwa itu disebarkan luas ke seluruh Aceh melalui
pemuda-pemuda Aceh yang tergabung dalam Barisan Pemuda Indonesia yang kemudian
menjadi Pemuda Republic Indonesia.
Berdasarkan itu Syaikh Muda Waly di
Labuhan Haji memperkuat fatwa tersebut melalui pengajian-pengajian dan
ceramah-ceramah umum. Bahkan beliau menjabat sebagai pimpinan tertinggi dalam
bariasan Hizbullah, meskipun dalam pelaksanaannya banyak diserahkan kepada
keponakannya yang juga merupakan seorang Ulama muda yang kemudian menjadi
menantu beliau. Di samping itu PERTI yang dipimpin oleh Nya` Diwan telah
membawa satu barisan perjuanagan dari Sumatra Barat yang disebut Lasymi (Laskar
Muslimin Indonesia). Antara kedua laskar ini saling mengisi demi memperjuangkan
Ahlussunnah dan mempertahankan kedaulatan Negara dari tangan penjajah..
Peristiwa Berdarah di Aceh
Dalam mempertahankan keutuhan negara Indonesia beliau juga
memiliki peran ynag sangat penting. Pada tanggal 13 Muharram 1373 / 21
september 1953 meletuslah peristwa berdarah di Aceh yaitu peristiwa DI/TII yang
dipimpin oleh Tgk. Muhammad Daud Bereueh, mantan Gubernur Militer Aceh Langkat
dan Tanah Karo dan mantan Gubernur Aceh dan merupakan salah seorang pemimpin
utama PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh). Syaikh Muda Waly tidak bergabung
dalam PUSA karena sebagian besar ulama ynag bergabung dalam PUSA telah
terpengaruh dengan ide pembaruan dalam Islam dari Minangkabau.
Dalam hal ini para Ulama besar di Aceh
yang terdiri dari Kaum Tua antara lain Syaikh Muda waly, Syaikh Hasan Krueng
Kalee, Teungku Abdul Salam Meuraksa, Teungku Saleh Mesigit Raya dan Ulama
lainnya tidak mendukung gerakan ini, karena mereka mengetahui bahwa latar
belakang kejadian ini bukanlah hal yang dikaitkan dengan agama tetapi hanyalah
hal yang dikaitkan dengan dunia semata. oleh karena itu para Ulama tersebut mengeluarkan
fatwa mengutuk pemberontakan tersebut atas nama para mereka. Tetapi karena
semua ulama tersebut berada dalam PERTI maka penonjolannya lebih terlihat atas
nama PERTI. Teungku Syaikh Muda Waly pada tanggal 18 November 1959 dalam suatu
rapat umum di Labuhan Haji mengharamkan pemberontakan tersebut dan beliau
menyatakan siap memberi bantuan menurut kesanggupan beliau. Para Ulama-ulama
tersebut sangat menyayangkan kenapa faktor pemberontakan tersebut tidak di
musyawarahkan terlebih dahulu dengan para ulama-ulama besar di Aceh. Sehingga
segala permasalahan dapat diselesaikan tanpa harus melalui peristiwa berdarah.
Karena jasa beliau itu, beliau pernah diundang oleh Presiden Sukarno ke Istana
Bogor pada tahun 1957 untuk menghadiri Konferensi Ulama Indonesia untuk
memutuskan kedudukan Presiden Sukarno menurut Islam. Dalam konferensi tersebut
beliau dan para ulama dari seluruh Indonesia sepakat menyatakan bahwa presiden
Sukarno itu Presiden yang sah dengan prediket Wali al-Amri adh-Dharury bisyl
Syaukah.
Wafat Beliau
Setelah berjuang demi tegaknya agama ini, akhirnya Syaikh Muda
Waly kembali kehadapan Allah pada tanggal 11 syawal 1381 / 20 maret 1961 tepat
pukul 15.30 WIB hari selasa. Jenazah beliau di shalatkan oleh Ulama dan
murid-murid beliau serta masyarakat yang terjangkau kehadirannya ke Dayah
Labuhan Haji, karena pada zaman itu kendaraan umum masih sangat minim di Aceh
selatan. Beliau dimakamkan dalam komplek Dayah Labuhan Haji yang beliau pimpin.
Selanjutnya kepemimpinan Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putra-putra beliau
secara bergantian antara lain Syaikh Muhibbuddin Waly, Syaikh Jamaluddin Waly,
Syaikh Mawardi Waly, Syaikh Nasir Waly, Syaikh Ruslan Waly dan putra-putra
beliau lainnya. Hal ini karena hampir semua putra beliau menjadi Ulama-ulama
terkemuka. Beliau bukan hanya berhasil dalam mendidik murid-muridnya tetapi
juga berhasil mendidik putra-putranya menjadi Ulama-ulama yang gigih
mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jamaah. Keberhasilan beliau dapat terlihat
dengan jelas, dimana sekarang ini hampir semua pesantren tradisional di Aceh
mempunyai silsilah keilmuan dengan beliau. Coba kita lihat beberapa pesantren
di Aceh saat ini antara lain :
1.
Pesantren LPI .MUDI MESRA, Samalanga dipimpin oleh Teungku H.Hasanoel
Basry(Abu Mudi)murid dari Syaikh Abdul Aziz (murid Syaikh Muda Waly, pimpinan
MUDI MESRA sebelumnya)
2. Pesantren Al Madinatud
Diniyah Babusslam Blang Bladeh, Bireun dipimpin oleh Syaikh H.Muhammad Amin
Blang Bladeh (murid Syaikh Muda Waly)
3. Pesantren Malikussaleh
Panton Labu Aceh utara, dipimpin oleh Syaikh .H. Ibrahim Bardan (murid Syaikh
Abdul Aziz, Samalanga)
4. Pesantren Darul Huda
Lhueng Angen, Lhok Nibong, Aceh Utara, dipimpin oleh Syaikh Abu Daud(murid
Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)
5. Pesantren Darul
Munawwarah, Kuta Krueng, Bandar Dua. Pidie Jaya, dipimpin oleh Tgk. H. Usman
Kuta Krueng (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)
6. Pesantren Darul Ulum,
Tanoh Mirah, Bireun, dipimpin oleh Tgk. Muhammad Wali, putra Syaikh Abdullah
Hanafiah (murid Syaikh Muda waly dan pimpinan Pesantren tersebut sebelumnya)
7. Pesantren Raudhatul
Ma`arif Cot Trueng Aceh Utara, dipimpin oleh Tgk. H. Muhammad Amin (murid
Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)
8. Pesantren Darul Huda,
Paloh Gadeng, Aceh Utara, dipimpin oleh Syaikh Mustafa Ahmad (Abu Mustafa
Puteh, murid Syaikh Muhammad Amin Blang Bladeh)
9. Pesantren Ashhabul
Yamin, Bakongan, Aceh Selatan, dipimpin oleh Syaikh Marhaban Adnan (murid
Syaikh Abdul Aziz, Samalanga, putra Syaikh Adnan Mahmud Bakongan)
10. Pesantren Ruhul Fata, Seulimum, Aceh Besar,
dipimpin oleh Tgk. H. Mukhtar Luthfy (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga)
11. Pesantren Serambi Makkah, Meulaboh, Aceh Barat,
dipimpin oleh Syaikh Muhammad Nasir L.c (murid Syaikh Abdul Aziz, Samalanga
putra Abuya Syaikh Muda waly)
12. Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah (BUDI) Lamno,
Aceh Jaya, dipimpin oleh Tgk. H. Asnawi Ramli, sebelumnya dipimpin oleh Tgk.
Syaikh Ibrahim Lamno (murid Syaikh Abdul `Aziz, Samalanga)
13. Yayasan Dayah Ulee Titi, Ulee Titi, Aceh Besar,
dipimpin oleh Tgk. Syaikh `Athaillah (murid Syaikh Ibrahim Lamno)
Kesemua
Pesantren tersebut dan beberapa pesantren lainnya mempunyai pertalian keilmuan
dengan Syaikh Muda Waly. Demikianlah manaqib singkat Syaikh Muda Waly yang
lebih populer dalam masyarakat Aceh dengan sebutan Abuya Muda Waly, seorang
Ulama yang sangat berperan dalam mempertahankan Faham Ahlussunnah dan mazhab
Syafii di bumi Aceh. Seorang Ulama besar yang bisa dikatakan sebagai Mujaddid
untuk Aceh dan sekitarnya. Semoga Allah menempatkan beliau disisi-Nya yang
tinggi dan semoga Allah melahirkan Syaikh Muda Waly lainnya untuk Aceh ini
khususnya dan untuk ummat Islam umumnya. Amin ya Rabbal’alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar