PARA TAMU YANG MULIA, SELAMAT BERKUNJUNG اهلا و سهلا مرحبا بكم جميعا

DISINI, KITA (MUSLIMIN SEJATI) BERBAGI INFORMASI ISLAMI UNTUK KEJAYAAN ISLAM SEJATI



DI TEPI PANTAI ATLANTIK

Sabtu, 11 Februari 2012

MEMBONGKAR KEBOHONGAN SEORANG WAHABI

 bagian ke-28

PEMBAHARUAN PIKIRAN DALAM ALIRAN WAHABI


Paham wahabi dengan pondasi pemikiran Salafi (palsu) menentang seluruh bentuk perubahan dalam kehidupan umat manusia. Ketika Abdul Aziz bin Abdurrahman pada tahun 1344 H menjadi penguasa dua haram yang suci (Mekkah al Mukarramah dan Madinah al Munawwarah), terpaksa harus membangun dan mengatur system pemerintahannya sesuai dengan model pemerintahan pada umumnya ketika itu dan merubah pola kehidupan wahabi yang sesuai dengan kebiasaan arab Baduy-Najad. Dan ia menyetujui mengimpor produk teknologi modern ketika itu seperti telegraf, telephon, sepeda, mobil dan lain-lain. Dan sikapnya ini membakar api kemarahan para pengikutnya yang muta’shib, menyebabkan terjadinya kejadian tragedi berdarah yang terkenal dalam sejarah sebagai peristiwa “berdarah Akhwan”.
Ahmad Amin, penulis asal Mesir, ketika membahas tentang kelompok Wahabi, mengatakan bahwa pemikiran wahabi sekarang yang berkembang ini pada hakikatnya 100 persen bertolak belakang dengan pemikiran wahabi di masa lalu. Ahmad Amin menulis:
Wahabi menolak peradaban baru dan tuntutan peradaban baru dan modern, mayoritas di antara mereka meyakini bahwa hanya Negaranyalah sebagai negara islam, sementara Negara-negara lain bukan Negara islam karena negara-negara tersebut telah menciptakan bid’ah bahkan menyebarluaskannya dan wajib bagi mereka memerangi Negara tersebut.
Semasa Ibn Sa’ud berkuasa, ia menghadapi dua kekuatan besar dan tidak jalan lain kecuali harus memilih salah satunya yaitu pertama, pemuka-pemuka agama yang tinggal di Najad memiliki akar pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab yang menolak dengan keras segala bentuk perubahan dan peradaban baru. Kedua; arus peradaban baru yang dalam system pemerintahn sangat membutuhakn alat tekhnoligi modern tersebut.
Pemerintahan, mengambil jalan tengah dari kedua kekuatan tersebut dengan cara mengakui Negara-negara islam yang lain sebagai negar Islam dan juga di samping menggiatkan pengajaran agama mereka juga memberikan pengajaran peradaban modern dan mengatur sistem pemerintahannya berdasarkan sistem pemerintahan modern. Untungnya para pemimpin Negara Saudi telah lelah melayani cara berpikir dan aturan-aturan kering dan kaku pemikiran wahabi yang menjauhkan kaum muslimin dari sunnah dan warisan sejarah yang diyakini seluruh kaum muslimin dan menghancurkan tampat-tempat suci mereka juga menafikan seluruh bentuk penemuan baru dan menganggapnya sebagai bid’ah.
Dan dengan memperhatikan serangkaian peristiwa yang tidak dapat ditutup-tutupi lagi (seperti bertambahnya tekanan dan ancaman Amerika dan Israel terhadap Negara-negara Islam dan Negara-negara Arab setiap hari dan kehadiran dan peran aktif pemerintahan Republik Islam Iran dalam hidup berdampingan dan damai dengan Negara-negara tetangganya serta memimpin perlawanan terhadap hegemoni Yahudi). Hal tersebut di atas menyebabkan secara perlahan-perlahan pandangan negara Arab Saudi menjadi netral dan stabil terhadap negara Republik Islam Iran bahkan lebih dari itu mereka meninjau kembali ajaran-ajaran kering wahabi serta pengkafiran kaum muslimin. Tidak ada yang lebih indah yang dilakukan oleh Negara yang menjadi tuan rumah umat islam pada perhelatan akbar ibadah haji setiap tahun, kecuali menjadi negara netral dan meninjau kembali pandangan mereka selama ini.