PARA TAMU YANG MULIA, SELAMAT BERKUNJUNG اهلا و سهلا مرحبا بكم جميعا

DISINI, KITA (MUSLIMIN SEJATI) BERBAGI INFORMASI ISLAMI UNTUK KEJAYAAN ISLAM SEJATI



DI TEPI PANTAI ATLANTIK

Rabu, 08 Februari 2012

MEMBONGKAR KEBOHONGAN SEORANG WAHABI

 bagian ke-10
SEJENAK TENTANG IJMA’
Berkaitan dengan hukum Maulid yang akan kita buka hakikatnya ke depan nanti, boleh jadi dilahirkan oleh salah satu dari tiga ini: ayat-ayat, Hadits ataupun Qias. Sebagai penganut mazhab Syafi’i, bukan Mu’tazilah, Syi’ah dan bukan pula Wahhabiyyah, kita dapat menerima hukum Maulid walaupun hanya dihasilkan melalui Qias yang telah disepakati kedalilannya. Apalagi kalau nanti ternyata hukum Maulid dilahirkan oleh lebih dari satu asas dalil, misalnya Ijma’ Ulama. Hal terakhir ini pula merupakan telah diijma’kan akan kedalilannya. Ijma’ dalam terminologynya dirangkaikan dengan:
أما الإجماع اتفاق علماء أهل العصر على حكم الحادثة ونعني بالعلماء الفقهاء و نعني بالحادثة الحادثة الشرعية
Adapun Ijma’ adalah kesepakatan seluruh ulama semasa atas hukum masalah baru. Kami maksudkan dengan ulama adalah para Fuqaha’. Kami artikan masalah baru adalah perkara baru yang masuk dalam agama.
 وإجماع هذه الأمة حجة دون غيرها لقوله عليه السلام لا تجتمع أمتي على الضلالة والشرع ورد بعصمة هذه الأمة
Kesepakatan umat (Fuqaha’) ini merupakan hujjah, tidak pada umat lainnya, karena sabda Nabi saw: ‘umatku tidak akan menyepakati sesuatu yang sesat. Artinya, agama telah datang untuk menjaga umat ini (dari kesesatan)[1].  
Kitab Al-Warkat di atas disyarah (dikomentari) oleh Syamsuddin Muhammad bin ‘Usman bin ‘Ali al-Maradiny Asy-Syafi’iyyah, salah seorang sarjana terbaik dalalm mazhab Syafi’i. Disana digambarkan bagaimana hakikat ijma’ disertai pula dengan dalilnya. 
Syairazy dalam Al-Luma’ menulis:
وذهب النظام والرافضة إلى أنه ليس بحجة
Hanya Nidlam (Mu’tazily) dan Rafidhah (Syi’ah) yang berpendapat, bahwa Ijma’ bukan hujjah dalam Islam.
Lagi-lagi dua sekte ini yang mengingkari kedalilan Ijma’, tetapi keingkaran mereka bukanlah halangan mengijma’kan Ijma’ sebagai salah satu jalur datangnya hukum dalam Islam. Karena Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (selain Mu’tazilah dan Syi’ah) mempunya sandaran cukup kuat dan sharih dalam hal ini:
 وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.
Kalimat mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin dipahami oleh seluruh ulama sebagai Ijma’, yang apabila kita menyalahinya diancam oleh Allah dengan hukuman maksimal: neraka! Sebaliknya, mengikuti jalan-jalan mukmin yang telah berlangsung dari masa Rasul saw sampai sekarang, merupakan kewajiban untuk menghindari siksaan Allah swt. Ayat di atas sangat jelas keumumannya yang memungkinkan diterapkan kapanpun juga. Hanya Sekte Syi’ah dan Mu’tazilah (mungkin juga Sekte Wahhabiyyah?) yang berbeda pandangan memahami ayat di atas. Dan, itu wajar sekali, mengingat sekte-sekte tersebut muncul dalam dunia Islam, mengatasnamakan diri sebagai Islam, hanya untuk mengacau keutuhan Islam semata. Kesimpulan ini lahir dari cara mereka berislam, yang begitu mudah mencap kelompok yang juga mengucap Syahadatain selain mereka dengan kafir, bid’ah dan macam-macam lebel lainnya yang mengarah ke tidak Islamnya kelompok lain.
Ijma’ dalam koridor Syafi’iyyah telah ijma’ sebagai dalil hukum, walaupun ada suara-suara menggugat yang datang dari pihak luar yang tidak berkompeten dan tidak tahu malu mencampuri urusan dalam negeri orang serta tidak punya kelayakan untuk menggugat apapun, kail panjang sejengkal lautan hendak diduga. Dalam pembahasan panjang tentang Ijma’, Syafi’iyyah telah begitu detail mengurai persoalan ini, termasuk bagaimana, apa, kapan dan berapa pembahagian Ijma’, sehingga muncullah term Ijma’ Sukuty, suatu model Ijma’ yang telah disepakati kedalilannya oleh mayoritas ulama:
الإجماع السكوتي : وهو أن يقول بعض المجتهدين في المسألة قولاً أو يعمل بوفقها ، ويسكت الباقون بعد اطلاعهم على هذا القول من غير إنكار
Ijma’ Sukuty adalah sebagian Mujtahid berpendapat atau mengerjakan suatu perkara, yang oleh para Mujtahid lainnya diam saja setelah mengetahuinya, tidak mengingkari.[2]
Sehubungan dengan hukum Maulid yang akan kita beberkan ke depan nanti, boleh jadi ia berlandaskan Ijma’ Sukuty yang dikerjakan sebagian ulama lalu beritanya menyebar ke seantero dunia Islam yang memungkinkan untuk dianalisa oleh ulama-ulama pada masanya, dan bila ternyata didiamkan saja itulah hakikat Ijma’ Sukuty. Sekali lagi, ketidaksetujuan segelintir pihak tidak membuat ijma’ dan hukum yang dihasilkannya harus dianulir.
bersambung....................

[1] Lihat kitab ‘Al-anjumuzzahirat’
[2] Lihat ‘Talkhis Usul’ bagi Az-Zahidy