bagian-5
KESOMBONGAN
SANG DA’I
Ketika dia menggunakan kalimat ‘sejauh pengamatan
saya’, sebenarnya dia ingin memberi tahu ‘yang saya tahu’, yang oleh
karenanya sangatlah beretika dan bernilai akhlakul karimah untuk tidak
membuat klaim apapun, bahwa tidak ada sama sekali masalah Maulid. Karena boleh
jadi sang da’i belum sejauh orang lain dalam melakukan penelitian terkait
persoalan Maulid. Di atas langit masih ada langit, yang di atasnya masih pula
bercokol ‘arasy sebagai symbol Kerajaan Allah swt. Klaim adalah sebuah bentuk
kesombongan. Dan, dengan sebab itu pula Iblis dipaksakan lengser dari sebagai
guru para Malaikat melorot menjadi sebagai yang dimurkai dan terlaknat
sepanjang masa. Sang penceramah di Radio itu pasti menyadari konsekwensi ini.
Atau, mungkin dia belum sejauh itu menjelajah masalah agama, khususnya terkait
Maulid dan kesombongan. Bila memang benar adanya seperti itu dia masih jauh
dari kelayakan menjadi seorang penda’i. Artinya, kalau memang belum begitu jauh
memasuki belantika dan problematika keagamaan maka janganlah jauh-jauh
berbicara agama, bisa-bisa terjebak dalam dua lingkaran setan: dusta dan
sombong. Keduanya sangat jelas hukumnya, sejelas nada bicara sang da’i
yang menafikan Maulid ada dalam semua mazhab. Dia telah bersikap yang
terkategori cukup berani dan meyakinkan sekali. Sebagai penceramah, dia pasti
bisa menghafal ayat berikut:
وَلا
تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً[1]
Dan jangan kamu berjalan atas bumi dengan sikap
sombong.
Atau Hadits berikut:
لاَ
يَدْخُلُ الجنَّةَ مَنْ في قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَرْدلٍ مِنْ كِبْرٍ
Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya ada
kesombongan seberat biji sawi sekalipun.
Nanti kita akan membuktikan, apakah klaimnya tidak ada
Maulid sama sekali dalam seluruh mazhab benar atau tidak. Bukan maksud
menelanjangi, tapi lebih kepada meluruskan masalah yang entah sengaja
disimpangsiurkan atau kealpaan sipenceramah itu sendiri.
bersambung........